cerita pendek cinta remaja lucu cerpen
SECUIL LUKA
MENGANGA
Entahlah...tapi
Nara tak merasakannya. Deg-degan. Haru. Tangis bahagia. Atau rasa takut
kehilangan masa remaja. Tak ada. Nara hanya merasa dia bahagia. Tapi bahagianya
tak biasa. Mungkin hanya separuh dari apa yang ia rasa, saat juara satu lomba
esai pajak dengan hadiah satu setengah juta rupiah dan bisa meringankan beban
ayahnya untuk membayar SPP, kala beasiswa jauh dari genggaman. Atau ketika
puisinya masuk 100 puisi yang dibukukan meski bukan juara pertama, kedua,
maupun ketiga. Aneh. Begitu yang Nara rasa.
“Dik, kamu
mau pake warna apa waktu akad nanti?”
“Putih, Mbak.
Biar lebih terasa sakral.”
“Oke, nanti
aku pesenkan. Melati hidup dan hiasan
kamar juga kan?”
“Semua tanya
sama Ayah saja. Aku tak ingin pernikahanku membebaninya.”
“Setiap orang
tua pasti bahagia melihat putrinya akan menikah. Tak akan dipikirkannya masalah
uang. Yang penting kamu bahagia.”cerita pendek cinta remaja lucu cerpen
Pernikahan
Nara sesuai keinginannya. Cukup yang sederhana saja. Tak perlu koade. Tak perlu
gonta-ganti gaun atau kebaya. Tak usah lama-lama dipajang. Kak Jannah sepupu
Nara yang akan mendandaninya. Baju cukup dengan menyewa. Ia juga tak ingin
membebani calon suaminya dengan mewajibkannya membeli kebaya untuk acara sakral
mereka. Pernikahan ini terkesan mendadak memang. Bukan. Bukan karena Nara hamil
duluan. Bukan pula karena takut diganggu setan alias orang ketiga. Tapi karena
sebuah permainan. Permainan paman calon suami Nara. Ia takut melihat keakraban
Nara dan Kemenakannya. Takut hal yang tidak-tidak terjadi sebelum ijab qobul
dilaksanakan.
Om Firman,
Paman Adil ke rumah Nara saat itu.
“Begini Pak.
Nara dan Adil sudah sama-sama dewasa. Saya diutus besan jennengan untuk menyampaikan keinginannya menikahkan Nara dan Adil
segera. Bukankah lima tahun mereka bertunangan adalah waktu yang cukup lama?”cerita pendek cinta remaja lucu cerpen
“Oh...begitu,
toh? Baiklah akan saya rundingkan
dengan Nara dan Ibunya. Dan kami akan mencari hari baik”
“Baiklah saya
pamit dulu.”
“Wah...Kog buru-buru?”
“Masih banyak
pekerjaan lain.”
Om Firman
langsung menuju kediaman Adil. Dia tak ingin buang-buang waktu. Setan tak boleh
mengalahkan manusia, pikirnya.cerita pendek cinta remaja lucu cerpen
“Assalamualaikum...”
“Mana Ayahmu,
Dil?”
“Ada di
dalam. Tunggu sebentar akan saya panggilkan, Om. Silahkan duduk dulu!”
“Oh...jennengan Kak. Ada apa, Kak? Tumben ke sini?”
“Barusan aku
ketemu besanmu di jalan. Kami ngobrol
ngalur-ngidul. Lah, dia ingin
Adil dan Nara segera dinikahkan. Mereka kan
sudah sama-sama dewasa. Takut keduluan setan.”
“Baiklah akan
kubicarakan dengan Adil dan Ibunya.”
“Kalau begitu
aku permisi dulu.”
“Baiklah.”
***
Semua
persiapan telah komplit. Tak ada yang kurang. Hanya dua minggu. Terkesan aneh
dan terburu-buru. Saat ini semua tetangga mulai ca ci cu.cerita pendek cinta remaja lucu cerpen
“Kog dadakan ya?”
“Paling hamil
duluan.”
“Tapi kasihan
ya, bapaknya guru ngaji. Lah...anaknya astaghfirullah....”
“Mana mantunya belum punya kerja.”
“Pasti dah isi, mana mungkin dadakan kalau gak isi.”
***
Adil dan Nara
tinggal di rumah orang tua Nara. Semua kebutuhan hidup masih ditangggung orang
tua Nara. Meski Nara telah mengajar. Tapi honornya tak seberapa. Hanya 100 ribu
bahkan kadang kurang dari itu. Ya begitulah nasib guru honorer. Bukankah
pemerintah lebih memperhatikan PNS?
Memang sich PNS sudah mengabdi pada negara,
tapi jika dilihat kenyataannya! Di instansi pemerintah setingkat kecamatan
saja, pelayanannya serba amburadul. Saat
ada teman Nara, Fiya ingin mengubah KK karena salah nama dari Sofiah menjadi
Sofiyah saja, bolak-balik tujuh kali. Nama Fiya sudah benar, lah nama ibunya yang benar dibuat salah
Misnati menjadi Misyati. Kan harus bikin
E-KTP lagi kalau begini ceritanya.
Setelah kembali lagi, lah nama
adiknya yang gantian salah. M. Ilham yang awalnya benar malah diubah Moch.
Ilham. Wah...bapak petugas tu mau bikin
gara-gara. Hemmmm....bisa-bisa ngubah
ijazah dan akte kelahiran. Lebih gawat lagi nich.
Itu di kecamatan.cerita pendek cinta remaja lucu cerpen
Lain lagi di
sekolah berembel-embel negeri tapi tempatnya terpencil banget. Salah satu guru yang awalnya hanya tenaga suka relawan
selama lima tahun gaji apa adanya, rajin banget
ngajar. Giliran diangkat statusnya jadi PNS yang tiap bulan gaji pasti
cair, ‘masuk ora masuk kantor yo digaji’,
begh...langsung putar haluan. Masuk
kantor hanya seminggu tiga kali. Senin, Rabu and Kamis. Lainnya molor di kasur. Lebih parahnya lagi jam ngantor pukul 09.00 WIB tepat. Inilah
mental orang-orang Indonesia.
Berbeda
dengan Nara yang masih honorer, setengah tujuh sudah di kantor melayani pemberian
surat ijin siswa yang berhalangan masuk. Sholat dhuha berjamaah di musholla.
Sebelum mengajar, siapkan materi meski tanpa RPP dan silabus, cukup LKS,
notebook yang berisi power point
materi hari itu, berusaha menanamkan karakter baik pada murid-muridnya, dan
pulang setelah semua siswa juga pulang.
Nara mengajar
Bahasa Indonesia di salah satu madrasah aliyah swasta di Bondowoso. Sekolah
tersebut lumayan maju, meski merupakan sekolah pinggiran dan letaknya di sebuah
kecamatan yang berbatasan dengan Kabupaten Situbondo. Bukan sekolah favorit
tapi siswa yang ditampung mencapai 300 lebih baik kelas X, XI, XII. Kelas X ada
empat kelas yaitu X IPA, X IPS 1, X IPS 2, X IPS 3. Kelas XI juga ada empat
kelas. Kelas XII ada tiga kelas. Masing-masing tingkatan kelas hanya ada satu
kelas yang mengambil program IPA.cerita pendek cinta remaja lucu cerpen
Jurusan yang
dapat dipilih adalah program IPA dan IPS. Seluruh guru yang ada telah
mengantongi gelar S1 sesuai bidang masing-masing. Meski ada satu atau dua
pelajaran yang tidak sesuai dengan bidangnya. Nara contohnya. Dia lulusan S1
Sastra Indonesia, selain mengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia untuk kelas
X, dia juga mengajar mata pelajaran PKn kelas X. Ini terjadi karena tak ada
guru bidang studi PKn dengan ijazah S1 yang sesuai.
“Bu Nara,
pean ngajar PKn lagi ya...? kelas X saja. Untuk kelas yang lain biar Bu Aini
yang ngajar.” Waka kurikulum menawarkan.
“Baik, Bu.”
“Syukurlah
kalau begitu. Untuk sementara mengisi kekosongan guru yang sesuai dengan
bidangnya.” cerita pendek cinta remaja lucu cerpen
Adil masih
belum memiliki pekerjaan tetap meski usia pernikahan mereka genap satu tahun.
Adil hanya membantu ayah Nara di sawah maupun ladang. Kadang juga menjadi
perantara penjualan hape dan motor. Tapi Adil bukan orang yang rajin dan
cenderung pemalas. Kalau tak ada kerjaan dia tidur saja di rumah mertuanya itu.
“Mbak, kamu gak pernah tengkar sama Mas Adil?” Fira membuka percakapan saat mereka mencuci baju di
sungai.
“Loh kenapa kog tanya gitu?”
“Aku sering banget tengkar sama suamiku. Aku tak
mempermasalahkan dia di rumah ibunya. Tapi kalau sampe nginep, aku ini dianggap apa coba?”
“Ah...sama
saja. Masih untung suamimu punya kerja. Belanja dapur lancar. Ketimbang suamiku.”
“Suamiku juga
sama. Sering banget nginep rumah
orang tuanya.” Meli menimpali.
“Tapi kan masih untung Mbak punya kerja.”
“Iya sich...”
Percakapan
tiga istri yang baru berumah tangga. Nara lebih dulu menikah. Ia tak
seberuntung Meli dan Fira, tetangganya. Suami mereka telah berpenghasilan meski
hanya sebagai tukang batu pada proyek pembuatan bendungan dan tukang kayu untuk
pembangunan rumah. Memang benar Nara S1, tapi ia terlalu polos. Suami yang dulu
adik kelasnya, satu tahun lebih muda usianya, dan tergolong murid yang bandel.
Entah. Apa yang membuat Nara memilih Adil sebagai pendampingnya.cerita pendek cinta remaja lucu cerpen
Saat itu
sebenarnya tak ada yang setuju. Menurut ayah Nara setelah Istiharoh, Adil bukan
pria yang baik. Namun mungkin tangan-tangan takdir telah merangkai kisah Nara
sedemikian rupa. Menganyamnya hingga membentuk tikar kehidupan. Saat pria itu
melamar Nara dengan bantuan Om Firman, Ayah Nara tak bisa menolak. Nara sakit
waktu itu.
“Mungkin Nara
sakit karena aku ingin menolak Adil?”
“Saya juga gak tahu. Padahal dia tak punya kerja,
masih SMA pula.”
“Apa harus
kuterima lamaran ini? Saat kusuruh orang untuk menyelidiki, nasabnya tidak
baik, mimpiku juga gak enak.”
“Tapi saya
khawatir Nara kabur dari rumah kalau ia ditolak.”
Ini awal
kehancuran hidup Nara. Sebuah konsekuensi bagi Nara yang memilih Adil sebagai
suaminya.
“Kenapa kamu
jarang tersenyum. Cemberut saja. Bawaannya serius mulu.”
“Mungkin
memang wajahku yang Allah ciptakan sebegini.
Kelihatannya cemberut terus. Padahal menurutku biasa aja.”
“Kamu memang
beda dengan Inayah. Setiap kali aku bertemu dengannya. Ia tersenyum. Sejuk hati
rasanya memandang wanita seperti dia.”
“Tapi aku
bukan dia.”
“Memang kamu
tak kan pernah bisa seperti dia.
Setiap kali aku ke rumahnya, dia menyambutku dengan keceriaan. Beda dengan
kamu.”
“Jadi selama
ini benar, gosip orang-orang kalau kamu pacaran sama dia selama kita tunangan?”
“Kamu kan waktu itu masih di Jember.”
Nara pergi
sambil mengusap air mata yang menganak sungai. Di kamarnya, ia sholat Isyak
sambil terisak. Mengaji bersama alunan air mata yang terus melagu. Berusaha tak
mengacaukan pikiran yang terus menceracau.
“Mengapa baru kutahu kini saat status kita
telah berganti resmi. Benar kata Ayah dan Ibu, kau tak pantas untukku. Lalu
pernikahan yang hanya seminggu harus kubawa ke mana. Sementara rasa tak ingin
orang tua kecewa melanda. Dana dan biaya pernikahan telah keluar tanpa sisa.
Haruskah diri ini diam. Lalu biarkan takdir bicara. Sungguh mengapa aku
memilihnya?”
***
Episode sebelumnya : Cerita pendek bersambung | ti Na ra
0 komentar:
Post a Comment