kumpulan cerita pendek terbaru
Namaku Aryo. Aku seorang
pemuda biasa. Tidak terlalu tampan apalagi pintar. Ah, itu tidak penting, yang terpenting bagiku saat ini adalah
bagaimana aku bisa selangkah lebih maju dari kehidupanku yang sekarang. Apalagi
melihat keadaan ibu yang mulai sering sakit-sakitan.
Ribuan
kilo jarak yang engkau tempuh
Melewati
rintangan penuh darah penuh nanah….
Gerimis hatiku setiap kali mendengar
dendang milik Iwan fals itu. Meskipun sebagai seorang lelaki pantang bagiku
untuk menitikkan air mata. Cengeng!
Ibuku seorang wanita yang hebat. Dengan kondisinya yang
tidak sempurna
secara fisik, ia bisa menghidupi kami bertiga, aku dan kedua
kakakku. Itu merupakan perjuangan yang luar biasa. Bagaimana tidak? Kami tidak mungkin mengandalkan bapak
yang kondisinya jauh lebih memprihatinkan.
Aku terlahir dari
keluarga sederhana.
Waktu itu aku cuma lulus MI,tapi aku punya tekad yang kuat,
aku ingin belajar
agama,
apalagi melihat latar belakang keluargaku
yang sangat jauh dari itu. Suatu kali aku pernah mengutarakan keinginanku untuk
nyantri di sebuah pesantren. Ibu sangat
mendukung, dan dengan usahanya yang keras akhirnya aku
bisa nyantri juga, masih di kampung sendiri memang, tapi aku menikmatinya.
Kira-kira 4 tahunan aku nyantri di situ, sampai akhirnya pada tahun ke 5
kuputuskan untuk pulang dan bekerja. Meskipun begitu, keinginanku untuk belajar tak pernah
surut. Bahkan di sela-sela
kesibukanku bekerja aku selalu berkunjung ke pesantren. Kali ini tidak mengaji
atau belajar kitab-kitab
seperti santri lainya. Entah kenapa aku merasa tenang
ketika berada di sana, hingga
akhirnya aku jadi jarang pulang ke rumah. Namun ternyata itu
membuat ibu khawatir. Beberapa kali beliau sering menasehatiku, mungkin takut aku menjadi anak nakal karena memang aku tak sepatuh kedua kakakku.
Aku tahu ibu sangat menyayangiku, bahkan
beliau selalu berusaha keras untuk menuruti apapun yang aku inginkan. Seperti ketika aku
minta di belikan sepeda motor. “Bu, teman-teman pada naik motor, apa ibu tidak ingin membelikanku motor bu?” kataku manja. Ibu menatapku
serius, di tatapnya mataku dengan penuh kasih sayang, ”kalau memang butuh, jual saja apa yang ibu punya, asal kamu bahagia ibu rela nak”. Hatiku runtuh mendengar kalimat itu,namun
keegoisanku segera menepisnya. Keinginanku memiliki sepeda motor ternyata lebih
kuat, dan
ibu benar-benar
membelikanku sepeda motor. Ya, aku lebih mementingkan keinginan pribadiku tanpa peduli betapa
beratnya perjuangan ibu.
kumpulan cerita pendek terbaru
kumpulan cerita pendek terbaru
***
Tubuhnya terdiam, matanya terpejam, sesekali membuka lalu terpejam lagi. Ibu
terkena stroke. Kak Marno yang setia
merawatnya.
Aku? Hanya beberapa kali menengok kalau di suruh kak Marno, sedang kak Han sibuk dengan keluarganya.
Kreeek ….
Pintu berderit saat aku membuka kamar
ibu. Mata ibu terbuka, bibirnya
seperti hendak berbicara sesuatu, tapi
usahanya sia-sia. ”Ini aku bu, Aryo,anak bungsumu”. Suaraku kukeraskan, ibu mengangguk. Mulutnya kembali
menceracau tak jelas, aku
mendekat. “Arrrghh …..” itu saja yang keluar dari mulutnya sejak tadi.
”Ibu ingin kau memegang tangannya,” kata kak Marno, aku semakin mendekat,duduk di
pembaringan ibu dan memegang tangan beliau, ibu
memberikan sesuatu padaku.
Apa ini? Beberapa lembaran uang puluhan ribu yang lecek karena tangan ibu
terlalu kuat menggenggamnya. ”aaargh….”
suara ibu sambil mengangguk, mencoba
untuk tersenyum padaku,
”terimalah, ibu selalu
menunggumu hanya untuk memberikan uang itu padamu,” kata kak Marno, hatiku gerimis, bahkan hujan deras, aku tak kuasa membendung air mataku. Aku
tak mampu berkata apa-apa.
Bu, sebegitu berartikah aku di matamu?
Bahkan saat kau menderita seperti ini kau selalu ingin membuatku bahagia, maafkan aku bu, sungguh aku tak tahu dengan apa caraku
berbakti padamu, maafkan
atas kebodohan anakmu bu, kataku
hanya dalam hati.
Di
penghujung ramadhan 1431
kumpulan cerita pendek terbaru
Suasana kamar hening, kutatap wajah keriput ibu, wajahnya seperti menahan rasa sakit.
Beberapa menit kemudian beliau mengerang memegang perutnya, aku dan kak Marno mendekat. Kak Marno
sangat luwes melayani
ibu. Jujur sebenarnya aku kagum padanya, bahkan tanpa rasa jijik dia membersihkan
kotoran yang tercecer di dipan dengan kedua telapak tangannya. Setelah itu dia bersamaku memapah ibu ke
kamar mandi, aku memegangi
ibu agar tak jatuh, sementara
kak Marno memandikan ibu, air
mata ibu mengalir, entah kenapa. Aku juga terus berusaha menahan tangisku, aku tidak mau menjadi lelaki cengeng.
Aku sudah cukup menjadi pengecut dengan segala sikapku pada ibu, saat ini aku
harus bisa menguatkan ibu dan kak Marno. Kutatap wajah kak Marno, air
matanya menitik, lagi-lagi hatiku bergetar. Ku gigit bibirku
untuk menahan tangis. Setelah selesai kami membaringkan kembali tubuh ibu di
dipan yang sudah di bersihkan. Kak Marno duduk di samping ibu, menutupkan
selimut pada tubuh ibu,”kamu
lelah kak?” tanyaku pada kak Marno. Dia menggeleng, lama kami saling diam. “Padahal ibu sudah cukup menderita dengan
perjuangannya untuk kita, kalau bukan
karena memikirkan kamu mungkin ibu tidak akan sakit seperti ini,” kata kak Marno menyalahkanku. Aku hampir
menjawab namun urung, aku
memang salah karena terlalu tak peduli dengan perhatian dan kasih sayang ibu, aku memang salah karena selalu tega
merepotkan bahkan menyakiti hati ibu. Aku hanya diam, menatap wajah ibu lekat. Kak Marno mengambil mushaf kecil lalu
membacanya lirih, aku juga segera mengikutinya. Aku teringat pesan pak ustad
untuk membaca surat Ar Ra’du.
Wa
man ‘indahuu ‘ilmulkitaab, shodaqollaahul’adziim
.
Ku
tutup mushaf kecilku, kak
Marno tergugu. Aku masih diam, aku
tahu nafas terakhir ibu sudah berhembus, aku
menunduk. Airmataku
menetes satu demi satu,segera ku hapus. Ibu, di bulan yang suci ini kau meninggalkan kami. Rasa
sesal ini bahkan tak mampu ku ungkap lagi. Allah ampuni aku yang tak bisa berbakti
pada ibuku, duhai Robburrohman
rohim, mohon
tempatkan ibu pada tempat yang Kau ridhoi, mohon
terima segala amalnya meski Cuma setitik debu, mohon
ampuni segala
dosa dan noda yang telah tercipta, mohon
Gusti…
kumpulan cerita pendek terbaru