Di tanah palestina Suara gemuruh roket berseliweran di
atas genting rumah penduduk. Semua orang merasa was-was apabila roket jatuh
tepat di atas rumah mereka.
Di sudut ujung dari pemukiman ada sebuah rumah yang
sebagian ruangannya hancur meninggalkan puing-puing yang berserakan. Dua Lilin
menyala-nyala tertiup angin menerangi ruangan yang hanya sebagian yang bisa
dihuni. Tikar selebar 2 x 3 meter terbentang sebagai alas. Duduklah 3 orang
anggota keluarga. Seorang ibu dengan wajah yang syahdu dan hijab lebar berwarna
hitam yang membalut seluruh tubuhnya. Syifa panggilan akrab ibu dua anak itu. Duduk
bersila dihadapan sang ibu dengan buku dan pena yang ada pada genggaman sang
anak lelakinya. Anak laki-laki yang duduk di kelas 6 sd, berkulit putih tinggi
sekitar 140cm berperawakan wajah arab ini sibuk menulis sesuatu, mungkin sebuah
diary sebagai teman cerita untuk menorehkan suasana hati dan kondisi yang
dialami keluarga, saudara, kerabat, dan tetangganya di tanah gaza. Dengan wajah
sayup sang ibu memandangi sang anak lelakinya dengan membelai rambut anak
sulung perempuannya yang berumur 7 tahun yang sudah tertidur pulas dipangkuannya
sehabis solat isya’ tadi.
“Syahdan bagaimana
hafalan adikmu aisyah, sudah berapa juz?” tanya sang ibu.
“Alhamdulillah aisyah
sudah hafal
20 juz umi.”
Jawab syadan dengan memandang balik sang ibu.
“Alhamdulillah,umi berharap kalian berdua menjadi
penduduk syurga dengan menjadi
hafiz dan hafizah
yang bisa menghapal 30 juz kalam Allah,”
timbal syifa
sang ibu kepada anak laki-laki satu-satunya yang dimiliki.
Di
tempat lain, dirumah
salah satu penduduk gaza telah berkumpul
para pemuda dan beberapa orang tua sedang
sibuk
mendiskusikan tentang hari esok yang tak tentu seperti apa kondisinya,
tak pernah terlepas pandangan
di depan mereka terdapat berbagai macam senjata api dan beberapa butir granat sebagai penjagaan dan persediaan perang.
Berdirilah seorang pemuda yang gagah dan suara lantang
dengan diiringi gemuruh roket yang hilir mudik di atas rumah yang jadi perkumpulan
itu.
“Terima kasih saya ucapkan pada
kalian yang telah
hadir disini, Semoga
kita selalu dalam lindungan Allah, dan
semoga pertolongan Allah senantiasa mengiringi kita. Sekarang ini giliran kita berjuang di jalan Allah untuk melindungi tanah suci Al Aqsa yang dititipkan kepada kita.
Dengan
jiwa raga, harta dan tenaga kita akan menghadapi kaum yahudi yang
ingin merebut tanah palestina yang
memang telah ditetapkan al
qur’an kepada kita. Mungkin kita tak
akan tau kapan daerah kita ini akan terselamatkan
dari yahudi, yang pasti
kita harus selalu ingat janji Allah,
bahwa tanah ini akan selalu lindungi oleh Allah Swt, dan ketika saatnya telah tiba, yahudi akan lari terbirit-birit
dan bersembunyi di pohon2 qarqhad ”. kata seorang pemuda yang sinar matanya menyala dan bersemangat menyampaikan aspirasinya kepada saudara seperjuanganya.
“Kita tidak akan tau kapan
Israel akan menyerang
kita, mungkin sekarang ini,
siang hari, petang hari
ataupun esok hari,
yang bisa kita lakukan hanyalah
berjuang, dan melindungi masyarakat yang berada disini, walaupun kekuatan dan
senjata kita tidak sehebat Israel.
Tapi
Ingatlah saudariku,
bahwa Allah
bersama kita, cukuplah allah yang menjadi penolong kita” tambah pemuda itu menyemangati.
Malam sudah mulai larut, jalanan mulai sepi penduduk.
Hanya para muda mudi yang siap siaga berjaga di setiap sudut pemukiman dan
rumah-rumah penduduk menunggu serangan tentara israel.
Kantuk pun mulai dirasa Syifa dalam kondisi terjaga, sedangkankan anak lelaki dan perempuannya sudah mulai pulas tertidur. Kaki Syifa yang sedari tadi tertekuk menahan sandaran Aisyah, mulai diselonjorkan. Tiba-tiba sang anak lelakinya terbangun.
Kantuk pun mulai dirasa Syifa dalam kondisi terjaga, sedangkankan anak lelaki dan perempuannya sudah mulai pulas tertidur. Kaki Syifa yang sedari tadi tertekuk menahan sandaran Aisyah, mulai diselonjorkan. Tiba-tiba sang anak lelakinya terbangun.
“Umi, aku ingin seperti ayah” kata syahdan kepada ibunya.
Syifa terperanjat kaget mendengar ucapan polos jagoan
kecilnya. Dengan lemah lembut tangan Syifa membelai rambut sang anak lelakinya.
Suara lirih dan syahdu memberi penjelasan kepada sang anak.
“Wahai
anakku sayang,
Umi
tau dirimu berbeda
dengan
kebanyakan anak pada umumnya, dimana disaat anak-anak seumuranmu menikmati hari-harinya dengan bermain.
Disini kamu jangankan
bermain dengan teman-temanmu,
untuk keluar rumah saja sangat tidak mungkin syahdan.Umi
tau anakku, kamu ingin seperti ayah yang
mengorbankan nyawa dan raganya untuk mempertahankan
tanah yang disucikan oleh allah, sebagai prajurit terdepan untuk jihad fisabilillah.
Insya’allah Umi merindhoimu nak, sekarang dirimu harus menjadi hafiz dengan
hapalanmu agar bisa mengalahkan tentara Israel. Ingatlah anakku sayang,
pertolongan Allah itu dekat. Jika Allah menolong kita, maka tak ada orang yang
dapat mengalahkan kita. Ingat pesan umi dan abi ya nak. Dirimu itu pemimpin,
dirimu itu prajurit Allah, jadi harus sepenuh hati berjuang untuk Allah. Harus
berpegang teguh dengan Al-Qur’an dan sunah Nabi kita. kamu anak lelaki umi
satu-satunya harus jadi hafiz kalau ingin mengalahkan zionis Israel dan jangan
lupa bantu umi bimbing aisyah adikmu. Ingat ya anakku sayang ”
. Lirih lembut penjelasan sang ibu.
“Iya umi, Pesan Umi
selalu syadan ingat”. Jawab syadan sambil menganggukkan kepala dan sembari
tidur kembali.
Angin bertiup spoi-spoi dari arah barat, kerudung hitam
syifa berkelebatan terhembus angin. Seketika itu juga Syifa teringat dengan suami yang sangat dicintainya, dimana
ayah syahdan syahid di dalam perjalanannya untuk melindungi gaza dan masjidil Aqsa, dimana ketika itu ayah syahdan
merupakan pemimpin pejuang palestina untuk berjuang melawan kekejaman zionis
Israel, ketika perang berlangsung,
ayahnya syahdan meninggal karena terkena tembakan dari tentara Israel,
Syifa pun teringat pesan terakhir yang disampaikan oleh sang suami ketika akan berangkat untuk melawan tentara Israel.
“Wahai istriku tercinta, hari ini aku akan
memenuhi panggilan
Allah
untuk melindungi tanah gaza
yang dititipkan kepada kita, untuk itu izinkanlah aku
suamimu pergi
memenuhi panggilan itu,
ku titipkan
kedua anak
kita kepadamu, didiklah
mereka menjadi anak-anak yang soleh dan sholehah serata menjadi hafiz dan
hafizah. Dan
apabila nanti aku
tidak kunjung pulang,
Iklaskanlah kepergianku istruku sayang. Janganlah dikau bersedih karena aku
telah menunggu
kalian di pintu surga
Allah. Anna uhibu Fillah (Aku mencintaimu karena Allah) ”.
Ujar sang suami sambil mngecup kening sang istri kala
itu. Menemani
18 tahun lamanya dan
kini telah pergi berjuang dijalan Allah. Berlahan air mana mulai menggenang dipelupuk mata,
berlahan mulai tertumpah tak tertahan dan mengalir lembut ketika mengenang
pesan sang suami tercinta yang 3bulan lamanya telah meninggalkan dirinya dan
buah hati mereka.
Dan
setiap kali buah hatinya menanyakan keberadaan sang ayah
dengan iklas dan tegar syifa hanya bisa berkata “Abi
menunggu kita
di surga anakku,
kalian harus bisa jadi hafiz dan hafizah
seperti yang dicita-citakan abi, agar bisa bertemu abi disurga nanti”.
Semenjak
peristiwa itu syahdan dan aisyah
selalu bekerja keras membaca
dan menyetorkan hafalannya kepada sang ibu dan bertekad
menjadi penghafal al qur’an. Setelah 2 bulan kepergian ayahnya, Syahdan telah menghafal 30 juz , dan dia juga rajin mengajarka sang
adik aisyah untuk menghapal al qur’an sampai sekarang, hingga aisyah sudah
hafal 21 juz
Syifa
begitu bahagia dan bersyukur
melihat kedua anaknya
telah menjadi hafiz al qur’an sebagaimana yang telah dia dan suaminya cita-citakan dahulu.
Pada Malam itu, Allah menunjukkan kekuasaaNya, dimana
keluarga kecil
itu sedang
terlelap tidur. Tiba-tiba gemuruh
dan dentuman roket Israel terdengar tepat menyambar mengenai rumah mereka, dan innalilahi wainnailaihirajiun
Allah memanggil mereka bertiga syahid, dan ditempatkanlah mereka bertiga di surga Allah. Di ujung perjalanan ke Syurga Sosok pria yang
dirindukan selama ini. Tersenyum lebar menyambut mereka diambang pintu syurga
sambil melambaikan tangan kepada mereka. Terlihat dari kejauhan syahdan dan aisyah
dengan memakai baju putih berlari-lari
kecil
dan memeluk sang Ayah
,
syifa mengikuti dari belakang ,
kemudian sang ayah yang
telah menanti beberapa tahun yang lalu berkata “Selamat datang
anak dan istriku tercinta, disurga Allah kita dikumpulkan dan roket-roket israel telah
digantikan dengan
angin surga yang sangat menyejukkan, kesengsara yang
kita alami ditanah gaza atas kekejaman
Israel, Di tanah Gaza telah Allah
gantikan menjadi surga
yang mengalir sungai-sungai di bawahnya sebagai pengganti”
#Pray For Gaza
#We Will Not Go
Down, #Palestina Will Be Free…. J
# Allah is
Designer, Allah mempunyai skenario yang
sangat indah untuk saudara kita di gaza, disini kita hanya bisa berdoa dan
memberikan bantuan yang kita bisa untuk mereka…J
0 komentar:
Post a Comment