Fawwaz
tersenyum membelai rambut bidadari yang tertidur pulas di sisinya.
“Ya
Allah jaga kekasihku, jaga para pejuang kecilku”
Ucapnya
lirih. Dipejamkannya kedua matanya. Terbayang kembali saat-saat indah bersama
Fathiah, bidadari yang telah memberinya lima pejuang cilik. Pejuang yang kelak
mendo’akannya ketika ia tak lagi bertugas di bumi ini.
Mungkin
jika bukan karena Fathiah, ia tidak mungkin berada di tempat ini. Lima tahun ia
sempat terpisah dari belahan jiwanya demi mewujudkan mimpinya.
“Pergilah,
ingat cita-citamu dulu sebelum bertemu aku, abang bersusah payah mengikuti
puluhan tes seleksi demi mendapatkan beasiswa ini”
Ketika
itu Fathiah berusaha menepis keraguannya.
“Tapi
kita kan baru tiga bulan menikah, Tia”
“Apakah
karena itu kaurela melepas mimpimu dan membiarkanku seumur hidup merasa
bersalah atas hal ini?”
Fawwaz
terdiam, mungkin Fathiah benar, ini adalah cita-citanya. Tapi hidup bersama
wanita yang sangat dicintainya juga telah menjadi cita-citanya dahulu. Lima
tahun berjuang menaklukkan hati mertua agar diberi restu, bukanlah hal yang
mudah. Pemuda miskin berasal dari keluarga berantakkan akibat perceraian
orangtua sempat menjadi penghalang cinta mereka. Namun dengan kegigihannya,
lelaki yang pantang menyerah itu berhasil mengantongi restu dan merekapun
menikah.
Fathiah
pernah beberapa kali memergoki Fawwaz tengah menangis tersedu di atas sajadah. Dalam
do’anya yang bercampur simbahan airmata, Fawwaz memohon agar diangkat derajatnya
dan dapat membuktikan janjinya pada sang mertua bahwa ia mampu bahagiakan putri
mereka. Ketika itu Fawwaz yang baru lulus SMU, berprofesi sebagai guru SD yang
berpenghasilan kecil.
Kemiskinan
yang membayanginya sejak kecil itulah yang membuatnya bercita-cita tinggi,
ingin kuliah di Timur Tengah dengan beasiswa. Berkat keuletan dan
perjuangannya, Fawwaz memetik hasilnya, dari ribuan peserta seleksi di seluruh
Indonesia, Fawwaz terpilih menjadi salah satu penerima beasiswa untuk kuliah di
Universitas King Saud, Riyadh-Saudi Arabia.
Perjuangan
tak sampai di situ, pada semester pertama Allah memberinya ujian. Fawwaz
mengalami sakit keras, ia divonis dokter mengidap kanker otak. Fathiah menerima
kabar itu satu minggu kemudian, namun wanita itu bukannya menyuruhnya pulang,
ia malah mendorong Fawwaz agar tetap tegar dan berjuang melawan penyakitnya.
“Jangan
biarkan penyakit itu menghalangi langkahmu!”
Demikian
ujarnya dalam surat. Fawwaz bersyukur, ia sama sekali tak pernah menyesal telah
berjuang untuk mendapatkan wanita hebat itu. Dalam waktu kurang dari tiga
tahun, Fawwaz berhasil menamatkan S1-nya. Ia sempat kembali ke Indonesia
sebelum melanjutkan S2. Sempat terpikir untuk kuliah di Indonesia saja karena
tak ingin terpisah dengan anak-istrinya. Namun sekali lagi Fathiah memintanya
untuk tetap melanjutkan kuliahnya di Saudi. Beruntung Fawwaz ditawarkan pihak
yang bekerjasama dengan kampusnya untuk bekerja di kantor pengadilan Agama di Abha,
kota kecil yang terletak di selatan Saudi. Fawwaz memberikan persyaratan agar
ia boleh mengajak anak dan istrinya. Karena prestasinya yang cemerlang dan
mereka membutuhkannya, persyaratan itu dikabulkan.
Betapa
bahagianya Fawwaz kini, ia tak lagi menahan rindu karena terpisah dari malaikat
cantiknya. Namun takdir berkata lain, semua harus segera selesai. Malam itu ia
menghembuskan nafas terakhirnya di rumahsakit, di sisi bidadarinya.
Fawwaz
dimakamkan di Abha. Fathiah kembali ke Indonesia bersama anak-anaknya. Dengan
tegar ia berjanji akan membesarkan mereka dengan baik. Kini malaikatnya telah
tertidur dan tertinggal di Abha.
TAMAT