kumpulan cerita pendek terbaru
Tetesan lembut butiran bening itu masih mengalir, membasahi wajah kalem seorang gadis yang masih mengenakan mukenahnya. Wajah kalemnya menunduk lesu tak bergairah, sirat matanya menunjukkan keresahan dan penyesalan yang mendalam . cewek berkulit kuning langsat ini masih duduk termenung ditemani keheningan malam. Butiran bening masih saja mengalir dari kedua sudut matanya. Sembap. Itulah yang terlihat dikedua pelupuk mata indahnya. Ia tetap mengadu kepada Tuhannya dengan ditemani sang rembulan yang tersenyum pahit terhadap dunia fana ini, dunia yang sedikit demi sedikit rusak karena ulah tangan insane yang tiada bertanggung jawab.
Tetesan lembut butiran bening itu masih mengalir, membasahi wajah kalem seorang gadis yang masih mengenakan mukenahnya. Wajah kalemnya menunduk lesu tak bergairah, sirat matanya menunjukkan keresahan dan penyesalan yang mendalam . cewek berkulit kuning langsat ini masih duduk termenung ditemani keheningan malam. Butiran bening masih saja mengalir dari kedua sudut matanya. Sembap. Itulah yang terlihat dikedua pelupuk mata indahnya. Ia tetap mengadu kepada Tuhannya dengan ditemani sang rembulan yang tersenyum pahit terhadap dunia fana ini, dunia yang sedikit demi sedikit rusak karena ulah tangan insane yang tiada bertanggung jawab.
“ya Allah…..” desahnya lirih.
Tangisnya kembali pecah. Ia kembali teringat dengan apa yang telah ia perbuat.
Ia menyesal, ia marah terhadap dirinya, ia bingung, mengapa ia bisa sampai
melakukan itu. entah setan dari mana yang telah meracuni otaknya. Ia risau,
bagaimana seandainya kedua orang tuanya tahu apa yang telah ia perbuat, apa
yang akan terjadi? Padahal selama ini dirinya adalah kebanggaan bagi mereka,
menjadi panutan bagi adiknya. Menjadi motovasi bagi sang ayah untuk terus
memeras keringat agar dapat mencukupi kebutuhan setiap hari. Iapun tahu kalau
keluarganya dihormati oleh warga setempat karena teguhnya memegang syariat
Islam. namun apa yang terjadi sekarang? Gadis yang selama ini menjadi
kebanggaan orang tuanya, telah mencoreng muka keduanya. Mau ditaruh dimana
wajah mereka?
kumpulan cerita pendek terbaru
“Nin…..”
Sapa suara lembut seseorang.
Seseorang yang selalu menemaninya disaat ia membutuhkan. Seseorang yang selalu
setia mendengar lika-liku ceritanya. Gadis berkerudung merah hati itu mendekati
nya.
“Nindy gak apa-apa mbak…….”
Jawab gadis bermukenah itu, yang
memang kesehariannya dipanggil Nindy. Gadis berkerudung merah hati itu menyeka
air mata yang masih terlihat membasahi pipi Nindy.
“Tapi mbak Us merasa Nindy
menyembunyikan sesuatu dari mbak. Ayo donk cerita mungkin mbak bisa membantu,
atau seenggak-enggaknya mbak bisa mengurangi beban Nindy.” Pintannya pelan
sembari memamerkan sederet gigi putihnya. Senyuman tulus mbak Us membuat Nindy sedikit tenang. Butiran
bening yang sedari tadi mengalir kini agak mereda, setelah melihat senyum tulus
mbak Us. Mbak Us merupakan keluarga keduanya setelah keluarganya sendiri di Surabaya. Mbak Us juga
yang membantu mengurusi awal pertama kali Nindy masuk di ma’had Bahrul Ulum
Istiqomah ini. Sudah 4 tahun mbak Us menjadi senior sekaligus menjadi keluarga
kedua Nindy sejak pertam ia masuk.
“Nindy gak papa kok……jangan
khawatirkan Nindy mbak….”
Ucap Nindy mencoba menutup
kegalauan hati yang tengah ia rasakan sekarang. Nindypin mengatur raut muka
sebisa mungkin seperti biasanya, menjadi seoarang Nindy yang selalu ceria.
Tiba-tiba kepala Nindy pusing.
Gadis berkulit kuning langsat ini mersakan kepalanya seperti terken pukulan
godam berkali-kali. Sakit. Sakit sekali. Ia mencoba melawannya, ia tidak ma
uterus merepotkan mbak Us. Ia sadar mbak Us masih punya banyak kegiatan dan
kesibukan lainnya. Nindy tetap berusaha melawan rasa sakit itu. tiba-tiba tanpa
Nindy sadari, ada cairan hangat keluar dari hidungnya. Darah. Ia mimisan. Mbak
Us yang melihat itu segera membantu Nindy.
“ Nin…..kamu gak papakan? Ayo
cepat lepas mukenahnya, sebelum darahnya mengalir ke mukenah.” Perintah mbak Us
sembari membantu Nindy melepas mukenah yang tengah ia pakai. Setelah itu, Nindy
segera berlari kekamar mandi. Ia segera mengguyur kepalanya yang mulai memanas
lagi. Ia tetap mengguyur air didalam bak kamar mandi meski ia harus basah.
Akhirnya, darahpun berhenti. Nindypun mencoba mengatur pernapasannya. Ia
menggunakan mulutnya untuk menjaga agar darah yang belum keluar tidak kembali
ke otaknya. Akhirnya, ia kembali kekamarnya.
“ Gimana Nin? Udah baikan?” sapa
mbak Us setelah Nindy menutup pintu kamarnya. Nindy hanya mengangguk untuk
membalas pertanyaan mbak Us. Nindypun merebahkan diri di kasur lantainya. Ia
melepas lelah setelah harus lama bernapas memakai mulut. Iapun akhirnya
terlelap tidur, terbuai dalam mimpi indah. Untuk sejenak Nindy lupa akan
masalhnya. Melihat Nindy sudah terlelap, mbak Uspun turut serta pergi kea lam
mimpi.
“Allahu Akbar……Allahu Akbar…..”
Terdengar sayup-sayup suara merdu
muazin di telinga mbak Us. Iapun segera bangun dari tidurnnyha. Ia melirik jam
dinding. Pukul 04.30 WIB.
“Nin…..bangun. udah shubuh.”
Mbak Us menggoyang-goyangkan
tubuh Nindy. Gadis yang memiliki bulu mata lentik ini segera bangun dari mimpi
panjangnya.
“Ada apa mbak?”
“Udah shubuh tu…..gi sana cepat ambil
wudlu!!!!”
“Mbak sendiri?”
“Mbak lagi gak boleh…”
“Ooo….” Jawab Nindy ber O-O ria.
Ia segera beranjak menuju kamar mandi untuk mengambil air wudhu’. Meski harus
bertemu dengan hawa dinginm Nindy segera membasuh anggota wudhu’nya. Seusai
wudhu’ Nindy segara mengenakan mukenah dan menuju musholla berbaur dengan teman
yang lainnya.
Akhirnya iqomatpun
dikumandangkan. Mereka semua mulai bercengkrama dengan Allah, mengadukan segala
kegundahan, meminta ampun atas dosa yang sengaja dan tidak sengaja, memohon
semoga hajat-hajat terijabahi. Fajar shiddiqpun menghiasi sholat mereka.
Perlahan mentari muncul dari ufuk timur. Ia memberikan senyum termanisnya
sembari melirik pada sang rembulan yang akan temaram. Kokok ayam mulai
bersahutan menambah indahnya suasana shubuh hari di ma’had. Nindypun kembali
larut dalam tangisnya. Ia kembali mengadu serta memohon ampun atas semua yang
telah ia lakukan kepada Allah, Dzat yang Maha Pengampun atas semua
hamba-hambaNya yang mau meminta maaf.
Tak terasa mentari tengah berada
sepenggalah langit. Semburat kilau merahnya mulai terkikis oleh hangatnya sinar
yang terpancar. Aktivitas dan rutinitas di ma’had MU Istiqomah kembali padat.
Mereka lalu lalang mempersiapkan segala kebutuhan yang akan mereka perlukan
nanti. Terlihat dari beberapa mereka yang telah rapi mengenakan seragam sekolah
masing-masing, ada juga sebagian dari mereka yang berbondong-bondong menuju
kantin untuk sarapan pagi. Dan ada pula yang masih menunggu antrean kamar mandi.
Begitupun dengan Nindy, gadis
berlesung pipit dipipi kanannya ini tengah bersiap tuk menyongsong pelajaran
hari ini.
“Nin….”
Panggil seseorang dari depan
kamarnya.
“Iya bentar Arbi….”
Sahut Nindy sembari memasukkan
buku pelajaran kedalam tasnya. Iapun bergegas keluar namun sebelum ia keluar ia
kembali menghadap cermin. Ia merapikan jilbab abu-abu yang ia kenakan. Iapun
segera keluar dari kamar lalu menyusul langkah kaki temannya yang tengah
menuruni anak tangga satu persatu. Akhirnya Nindy berjalan beriringan melintasi
gerbang asrama putri.
“Eh…Nin tunggu bentar. Itu
kayaknya kak Ilyas deh…”
Tunjuk Arbi pada seseorang cowok
berpakaian taqwa putih berjalan menuju arah barat. Hendaknya ia akan ke masjid
ma’had. Sejenak Nindymengamati sosok cowok yang telah berlalu dari depannya.
“Kak Ilyas…”
Panggil Nindy pada cowok itu.
Cowok berhidung mancung itu berhenti setelah mendengar namanya dipanggil
seseorang. Iapum memutar badan mencari sumber suara.
“Oh…kamu Nin, ada apa? Ada yang
bias dibantu?”
“Oh…enggak. Cuman mau Tanya
fotoku yang ada dipak Aziz udah dipindah ke flasdisk kak ilyas belum?????”
“Ohh…itu. Udah kok. Tapi
flashdiskn ya masih di bawa pak Aziz.”
“O….kalau begitu makasih ya…”
Kak Ilyas hanya menjawabnya
dengan seulas senyumnya. Memperlihatkan sederet gigi putihnya. Manis. Dan tanpa
ada kesengajaan simpul senyum manis itu terekam dalam benak Nindy. Segera saja Nindy dan Arbi berpamitan untuk
berangkat sekolah. Waktu telah menunjukkan pukul 06.45 WIB pada jam tangan mungil yang melingkar ditangan Arbi.
Masa libur sekolahpun tiba,
mereka semuanya menyambut dengan suka cita. Menyambut dengan tak sabar pulang
dari ma’had. Berkumpul kembali dengan keluarga. Terlihat dengan bertas-tas yang
telah terkemas rapi disetiap sudut kamar. Begitupun dengan Nindy, iapun telah selesai mengemas pakaian
yang akan ia bawa pulang. Namun kegelisahan kembali menyelimutinya. Akankah ia
sanggup menghadapinya jika orangtuanya tahu? Ia kembali termenung dalam
keheningan malam. Ia kembali bertafakkur, menyesali perbuatannya. Tak berapa
lama terlintas senyuman kak Ilyas dibenaknya. Ia tersenyum tipis. Entah mengapa
senyuman kak Ilayas sedikit menenangkan kegelisahan hati Nindy.
kumpulan cerita pendek terbaru
“Kenapa harus kak Ilyas yang
terlintas dipikiran ini?” desah Nindy bingung.
@
@ @
“Boleh minta nomer hpnya gak?”
Sapa seseorang dari arah belakang
Nindy. Nindy yang tengah duduk santai menunggu ibunya pun menoleh. Ia agak
tersentak kaget. Kini ia tengah berhadapan dengan cowok yang berkulit sawo
matang sembari memperlihatkan lesung pipit yang tersimpul dipipi kirinya. Ia
tersenyum manis.
“Eh…kak Ilyas. Boleh kok. Ehmmm…
ne nomornya.” Tulis Nindy disecarik kertas yang ia sobek dari buku tulis dalam
tas. Lalu ia memberikan secarik kertas itu kepada kak Ilyas, seseorang yang
sering datang menghiasi benaknya. Kak Ilyaspun menerima sobekan kertas berisi
nomor Nindy itu.
“Makasih…”
Ucapnya sembari kembali memperlihatkan
lesung pipit diwajahnya. Ia kembali tersenyum manis. Entah mengapa tiba-tiba
ada udara hangat yang menyelusup dalam relung hati N indy. Ia mendapat sedikit
ketenangan setelah melihat senyum manis kak Ilyas. Ia seperti mendapat secercah
sinar harapan yang menerangi dirinya yang kelam. Padahal selama ini, selama ia
mengahdapi problema itu belum ada cowok yang dengan senyumnya mampu sedikit
menenangkan hatinya. Tak berapa lama kak Ilyas pun berlalu. Berlalu menuju
teman-temannya. Berkumpul tuk yang terakhir kalinya. Karena mereka semua kan
menempuh hidup yang lebih baru dan berwarna. Menjalani pendidikan yang lebih
tinggi. Ya… kuliah. Sebagian besar dari mereka akan mengambil jenjang pendidikan
itu. Sesuai hadist yang diriwayatkan oleh Abu Dawud & At-Tirmidzi
Barang siapa menempuh suatu
jalan untuk menuntut ilmu
Maka Allah akan memudahkan
jalannya menuju surga
Dan sungguh para malaikat
meletakkan sayap-sayap mereka
sebagai rasa ridho mereka atas apa yang mereka
lakukan.
Dan sesungguhnya para penghuni
langit dan bumi sampai ikan paus dilautan memohon ampun bagi orang yang
berilmu.
Sesungguhnya keutamaan orang
yang berilmu disbanding dengan seorang ahli ibadah laksana bulan dibandingkan
cahaya bintang-bintang.
“Nin…”
Panggil seseorang . Iapun menoleh,
mencari sumber suara itu.
“eh…ibu. Yuk…pulang.”
kumpulan cerita pendek terbaru
Sahut Nindy yang blangsung
menggandeng tangan ibunya. Mereka berdua berjalan keluar menuju gerbang ma’had
MU Istiqomah.
@
@ @
“Plak….”
Suara tamparannya keras. Kontan
gadis berkerudung biru laut itu memegangi pipi kanannya. Panas. Sakit. Tak
terasa butiran bening mulai menganak di kedua sudut pelupuk matanya. Akhirnya,
butiran bening itu mengalir perlahan, membasahai pipi.
“Apa yang sudah kamu lakukan itu
sudah merusak nama baik keluarga kita!!!”
Bentak seseorang. Seseorang yang
selama ini mempunyai wibawa, dihormati warga setempat kini tengah meredam
amarahnya. Terlihat bola mata yang sedari tadi memerah kini kembali putih
seperti sedia kala.
“Sabar…sabar…”
Wanita berparas kalem itu mencoba
menenangkan sang suami. Ia menepuk-nepuk punggung lelaki yang ada didapannya.
“bagaimana bias sabar bu…kalau
anak ini melakukan hal yang melanggar perintah agama. Lebih baik perjodohan
yang budhenya bilang kita terima. Agar dia bisa belajar bagaimana menjaga hidup
yang sebenarnya”
Hah!!!!perjodohan. kata-kata it
uterus terngiang dipikiran Nindy. Mana mungkin secepat itu. Apa ia harus rela
meninggalkan masa-masa remajanya, masa-masa indah disekolah. Tidak. Tidak
mungkin. Gadis berkerudung biru itu tak rela jika ia harus melakukan perjodohan
itu.
“Tapi pak…kasihan Nindy. Ia masih
harus sekolah”
Bela wanita yang berada
dibelakengnya, yang tenyata ibu Nindy.
“Biarkan bu. Biar tidak sering
bermain dengan cowok yang kurang ajar itu. Toh!!!yang penting perjodohan ini
harus ia jalani. Gak papa dia meneruskan sekolah tapi dia harus diikat dalam
sebuah perjodohan. Sekarang kamu masuk.!!!”
Perintah ayah Nindy. Gadis
berkerudung biru laut itupun menuruti perintah sang ayah. Ia melangkahkan kaki
dengan gontai. Menunduk lemah. Andai saja dia tidak berkenalan dengan cowok
bernama Uzil. Ia takkan merasakan ini semuanya. Semuanya hancur karena cowok
itu. Wajah gadis yang biasanya bersemangat kini semangat itu luntur tak
berbekas. Penyesalan mulai menyelimutinya lagi. Dan bulir bening itu etia
menemani pipinya yang kuning itu.
@
@ @
Drrrtttttt…..drrrrtttt….
Satu sms masuk. Kedua bola mata
Nindy yang sembap mengamati nomor sang pengirim. Nomor baru. Iapun segera
membuka sms itu.
Askum… pa bener ne nox Nindy?
Membaca rangkaian huruf itu.
Entah pesan dari siapa. Ia segera memencet keypad hpnya.
Bener. Ne capa ya?
Lalu Nindy menekan keypad yang
menunjukkan kata send. Send. Pesan itupun terkirim. Tak berapa lama setelah
Nindy mengirim pesab singkat itu, hp Nindy kembali bergetar. Segera saja ia meraihnya
yng tergeletak ditempat tidur. Iapun kembali membuka pesan singkat itu.
Ne Ilyas. Mace inget t?
“Ooo….”
Komentar Nindy. Ia tersenyum
tipis tak bergairah. Meski begitu, ini senyum pertamanya setelah seng ayah
memarahi dirinya. Gadis bermata sembap itu mulai menekan keypad untuk membalas
sms tersebut. Bulir-bulir bening yang sedari tadi mengalir, kini telah
berhenti. Pesan demi pesan dari kak Ilyas sedikit mengurangi bebannya.
Penyesalan yang sempat menderanya, kini perlahan mulai hilang. Sejenak ia merasa
tenang.
Sejak saat itu, hubungan diantara
keduanya semakin erat. Nindy tak menyangka, ia akan sedekat itu dengan cowok
yang selama ini dengan senyuman bisa menenangkan hatinya. Untuk sementara waktu
yang tengah ia hadapi dan perjodohannya, mengendap didasar otaknya.
Detik demi detik berkumpul
menjadi menit. Menitpun berganti menjadi jam. Jampun terus berputar menjadi
hari. Begitu juga Nindy dan kak Ilyas. Entah apa yang terjadi. Benih-benih
kasih saying tumbuh diantara keduanya. Semakin dekat keduanya, rasa diantara
keduanya semakin indah.
Tak terasa liburan sekolah telah
usai. Besok sore Nindy harus kembali ke ma’had MU Istiqomah. Iapun menyiapkan
perlengkapan yang akan ia bawa.
“Nin…”
Terdengar panggilan dari luar
kamar.
“Iya bu…ada apa?”
Jawab Nindy yang ternyata suara
ibunya. Ia berjalan menuju pintu. Membuka perlahan. Lalu terlihatlah sosok
wanita kalem, wanita yang selalu menyayanginya.
“Ada apa bu?”
Tanya Nindy lagi. Lalu sang
ibupun melangkahkan kakinya, memasuki kamar yang hanya berukuran 4x4 m itu.
Berantakan.
“Nin…kok berantakan?”
“Abisnya besok dah kembali ke
ma’had. Jadi Nindy keluarin semua barang Nindy yang mau dibawa. Nindy mau
mengecek bu, taku ada yang ketinggalan.”
Jelas Nindy sembari membereskan
buku bacaannya. Yang banyak tergelatak ditempat tidur. Melipat pakaian. Lalu
memasukkan kedalam tasnya.
“Nin…ibu mau bicara sebentar.”
Mendengar ucapan ibunya yang
serius, Nindy menghentikan semua kegiatannya. Ia memandang wajah teduh wanita
itu. Wanita yang telah membesarkannya.
“Nin…dengarkan ibu. Ibu tau Nindy
masih ingin melanjutkan sekolah. Tapi ini sudah keputusan ayahmu. Ayahmu sudah
menerima perjodohan yang budhemu tanyakan dulu. Dia anak teman budhemu.”
Mendengar penuturan sang ibu,
Nindy tersentak kaget. Ia tak menyangka ucapan ayahnya akan menjodohkan
dirinya, benar- benar terjadi.
“Tapi bu…”
Nindy mencoba menolak perjodohan
itu.
kumpulan cerita pendek terbaru
“Sudahlah nak…terima saja.
Daripada kamu menolak. Nanti malah membuat ayahmu marah lagi. Kami tidak
memaksamu untuk menikah sekarang. Kami hanyaingin kamu tidak seperti kemari
nak. Kalau kamu dijodohin, kamu gak akan mencoba merusaknya. Karena kami yakin
kamu akan memjaganya. Itu yang dijadikan dasar ayahmu untuk mengambil keputusan
itu.”
Jelas ibunya kalem. Ucapan ibunya
mengalir begitu saja. Begitu tenang. Namun entah ucapan itu membuat sesak dada
Nindy. Ia ingin meneteskan airmata namun apalah daya, semuanya sudah
terlambat.na sudah menjadi bubur. Semua ini adalah salah Nindy sendiri. Semua
akibat kelakuan dia sendiri.
“Tanggal 25 November kami akan
menunangkanmu dengannya. Meski kami sendiri tidak tahu bagaimana wajahnya. Atau
bagaimana perilakunya. Tapi ayah yakin atas pilihan budhemu. Namanya Ahmad.
Sekarang tanggal berapa?”
Tanya ibunya sembari berjalan
menuju dinding. Melihat kalender yang tergantung disana.
“Tanggal 12 November bu.”
Jawab Nindy dengan suara agak
parau. Ia menahan tangis agar tidak pecah begitu saja. Tenggorokannya sakit
menahan airmata itu. Dadanya sesak. Namun ia tetap bertahan agar airmatanya tidak
keluar. Sampai akhirnya, cairan hangat kembali mengalir tenang dari hidungnnya.
Ibunya yang sedari tadi berdiri menghadap kalender tidak tahu bahwa buah
hatinya mimisan.
“Bu…sebentar ya…Nindy mau kekamar
mandi.”
Izin Nindy sembari menutup
hidungnya yang sudah berlumuran darah. Ia berlari pelan menuruni anak tangga.
Segera saja ia mengguyur kepalanya dengan air yang ada dikamar mandi.
Tak berapa lama kemudian, ia
keluar dari kamar mandi. Langkah kakinya gontai. Iapun memasuki kamar tidurnya.
Ternyata ibunya sudah tidak ada. Ia melihat sekeliling kamarnya. Rapi.
“Mungkin ibu yang merapikan.”
Desisnya pelan. Langsung saja
Nindy merebahkan tubuhnya diatas ranjang tidurnya. Ia menatap langit-langit
kamar. Tatapan kosong. Tiba-tiba ia dikejutkan suara hp yang bergetar. Ia
meraba disekelilingnya. Ya…ini. Segera ia mengambil hp Samsung warna green jade
itu. Kak Ilyas in coming. Segera ia mengangkatnya.
“Halo…Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikum salam, Nindykan?”
Tanya suara seberang sana.
Mendengar suara cowok yang diam-diam Nindy kagumi, membuat dirinya jauh agak
tenang.
Percakapanpun mengalir. Nindy
bercerita tentang berjodohan itu. Berharap kak Ilyas mengungkapkan perasaan
yang sama dengannya. Namun apa yang terjadi, ia hanya menasehati agar sam’an wa
tho’atan dan birrul walidain. Pupus sudah harapan Nindy untuk bias hidup dengan
orang yang ia sayangi.
Padahal, jika kak Ilyas memiliki
perasaan yang sama, ia bisa meminta membatalkan perjodohan itu. Karena,
menurutnya Nindy, kak Ilyas adalah sosok cowok yang sesuai dengan criteria
orangtuanya. Tapi…huht!!!! Itu hanya mimpi belaka. Andai saja itu terjadi.
Siangpun berganti malam. Dan
malam ini, malam terakhir Nindy dirumah buat Nindy. Bintang-bintang bertaburan
dilangit malam. Menghiasi jagad raya ini. Dengan ditemani sang dewi malam,
seluruh makhluk memuji syukur kepada Yang Maha Indah. Allah menunjukkan pada
makhluk-Nya betapa kuasa Dirinya. Tiada yang membandingi-Nya. Namun Nindy hanya
melewati malam indah itu tanpa bergairah. Tatapannya kosong. Harapannya kepada
kak Ilyas hancur. Ia harus tetap menerima perjodohan itu. Ia hanya bisa
menghitung hari. Bulir-bulir bening kembali mengalir lembut. Membasahi kedua
pipinya. Hingga ia terlelap dalam tangisnya. Menuju malam yang indah dalam
dunia mimpi.
@
@ @
25 November
Dirumah Nindy sudah sibuk
menyiapkan segala sesuatu untuk nanti malam. Tepar pukul 07.30 malam, status
Nindy berubah menjadi bertunangan. Dalam detik-detik ini, Nindy masih berharap
ada sebuah keajaiban. Berharap kak Ilyas kembali menelpon dan mengatakan
perasaannya. Dan segera meminangnya. Namun akankah terjadi? Sepertinya itu
mustahil.
“Ah…!!! Kak Ilyas…andai engkau
dating. Tapi apakah itu mungkin? Huhfttt!!!!!”
Ia kembali menarik napas panjang.
Masih berharap keajaiban Allah kan mdatang kepadanya.
Sang raja siangpun mulai
merangkak perlahan menuju peraduannya. Rembulan dan bintang-bintang mulai
menghiasi malam. Namun, semburat mega merah belum menghilangkan sinarnya dari
langit itu. Terdengar suara adzan maghrib mendayu-dayu. Memanggil setiap muslim
tuk segera menemui Tuhannya. Bersujud, memohon ampun atas semua dosa.
Mengadukan segala keluh dan kesah. Begitu juga dengan Nindy. Ia segera
menghadap Allah. Memohon agar keajaiban itu datang. Memohon agar kuasa-Nya
terjadi. Dengan kun-Nya, Nindy berharap kak Ilyas datang.
-19.15 WIB
“Nin… sudah siap?”
Panggil seseorang sembari membuka
pintu kamar Nindy. Wanita itupun menghampiri Nindy yang sedang berdiri didepan
cermin. Ia melihat anaknya. Sekilas mengamati keadaan anak gadis satu-satunya.
Tak bergairah. Nilainya.
“Kenapa Nin? Kamu ragu? Nin, ingat apa kamu inin membuat ayahmu
marah? Tersenyumlah sayang. Yakinlah, Ahmad akan menjagamu dengan baik. Bidhemu
tak akan memilih sosok lelaki yang salah.”
Terang ibunya. Mencoba menghibur
gadis berkerudung pink. Menenangkan gadis bergamis pink pula.
“Tapi bu…”
“Sudahlah sayang. Ibu yakin kamu
akan segera menyukainya. Mungkin kamu mengenalnya pula. Sebab budhemu bilang
dia sekolah dima’had yang sama denganmu. Mungkin kamu juga akan segera
mencintainya.”
Jelas ibu Nindy sembari mengulas
senyum manis. Ibunya yang berdiri disampingnya, segera berjalan menuju luar
kamar. Ahmad? Mengenalnya? Emang Ahmad siapa? Ahmad Dzulkifli? Wah!!! Anak OSIS
sendiri dunk. Ahmad Rizal? Lho…anak jurnalistik dunk. Atau dari nama Muhammad,
nama Ahmad itu. Mungkinkah Muhammad Fuad? Sang ketua OSIS. Gak mungkin dia.
Diakan udah dijodohkan orangtuanya dengan anak Malang. Lalu siapa dia? Ahmad
siapa?
“Lho…!!! Kok masih bengong. Ayo
turun sayang, semuanya sudah menunggu. Keluarga dan Ahmadpun sudah datang.”
“Eh…iya bu. Iya…” jawabnya kaget.
“Senyum dulu sayang. Anak ibu gak
boleh cemberut. Senyum dunk biar tambah cantik.” Goda ibunya.
Demi memuaskan hati sang ibu, Nindy
memaksa untuk tersenyum. Iapun melangkah keluar diiringi sang ibu. Ia hanya
menundukkan kepala. Satu persatu anak tangga ia lewati. Hatinya dag-dig-dug
tidak karuan. Melihat anaknya menunduk, ibu Nindy mencubit lengan sang anak.
“Aww…sakit bu.” Desis Nindy
pelan.
“Makanya angkat kepalamu sayang.
Lihat lelaki itu. Sedari tadi ia melihatmu. Ia tersenyum padamu. Ayo sayang angkat wajahmu dan tersenyumlah.”
Bisik ibu Nindy ditelinga
Nindy. Nindypun mematuhi permintaan sang
ibu. Demi ibunya, ia rela mengangkat wajahnya untuk melihat cowok itu. Meski
hatinya meronta, ia tidak mencintai cowok didepannya. Hatinya sudah dimiliki
kak Ilyas. Meski kak Ilyas sendiri tak mengetahuinya. Iapun mengangkat
wajahnya.
Masya Allah!!!!
Subhannallah!!!
Ia tersentak kaget. Ia tak
menyangka sma sekali. Senyum itu, lesung pipit itu, wajah itu. Nindy hanya
terdiam melihat cowok didapannya. Cowok itu mendekat. Cowok berbaju taqwa putih
mendekati dirinya.
“Assalamu’alaikum Nindy”
Sapa kak Ilyas. Ya…kak Ilyas yang
ada didepannya. Cowok yang selama ini hadir disetiap malamnya. Senyumnya bisa
sedikit menenangkan hatinya yang tengah galau dulu. Dan kini, ia berdiri
dihadapannya. Ia berdiri didepannya sebagai calon tunangannya. Nindy tak mampu
berkutik.
“Assalamu’alaikum Nindy, jawab
donk. Masa’ bengong gitu.”
Menyadari hal itu, raut muka
Nindy berubah. Memerah. Malu.
“Wa’alaikum salam kak…” jawabnya
tersipu.
“Tuhkan…apa yang ibu bilang
benar. Kamu mengenalnya. Kamupin akan bisa menyayanginya. Ya kan nak Ahmad?”
Ucap ibu Nindy. Kak Ilyas hanya
mengangguk sembari mengulas senyum manisnya. Memperlihatkan sederet gigi putih.
Dan menyimpulkan lesung pipit yang ada dipipi kirinya. Lalu perkataan ibu Nindy
diikiuti tawa keluarga besar Nindy dan kak Ilyas. Spontan wajah Nindy semakin
memerah.
“Ah…ibu ini, apaan sih??? Tapi
kenapa ibu memanggilnya Ahmad. Namanya kan kak Ilyas bu. Dan kakak juga, napa
gak ngomong Ahmad itu kakak??? Hayooo…” cerca Nindy. Mencari penjelasan
dikeduanya.
“ya emang namanya Ahmad Ilyas
nak… betulkan nak Ahmad??” jawab ibu Nindy.
Kak Ilyas hanya menganggukan
kepala, membenarkan perkataan ibu Nindy.
“Lalu napa kakak gak ngomong dari
awal kalau kakak itu Ahmad?” Tanya Nindy ulang.
“Biar surprise aja. Kan kalau
bilang diawal kan tidak seru Nin. Ya gak???”jelas kak Ilyas.
“Yeee…kakak nakal.”
Mendengar celoteh Nindy, seluruh
orang yang ada diruangan itu tertawa. Malam ini bukan lagi malam yang menyakitkan.
Malam ini, Allah kembali menunjukkan kekuasaanNya, betapa Dia Maha Besar.
Allahpun menunjukkan bahwa tidak ada yang mungkin didunia ini selama ia masih
mau berdo’a, memohon dan merendahkan diri dihadapan-Nya. Mengadukan segala
sesuatu. Karena Dirinya adalah Dzat yang Maha Mendengar dan Maha Mengabulkan
do’a-do’a hambaNya yang benar-benar meminta.
Malam itu, Nindy dan kak Ilyas
resmi bertunangan. Tanggal pernikahanpun sudah ditetapkan. Meski mereka harus
meneruskan kuliah terlebih dulu. Dan akhirnya, cinta itupun akan tumbuh indah
pada waktunya.
SEKIAN
kumpulan cerita pendek terbaru
kumpulan cerita pendek terbaru