kumpulan cerita pendek terbaru
Bila
waktu tlah berakhir……
Akhh
lagu ini seakan membuat sadar bahwa jika sudah waktunya tak ada seorang pun
yang mampu mencegahnya. Ketentuan yang tak dapat dibantah lagi. Baik buruk akan
menjadi tanggungan yang akan dipertanggung jawabkan oleh diri sendiri di depan
sang maha pencipta.
Pagi
ini tak secerah minggu kemarin, betapa tidak hujan selalu menghiasi di pagi
hari, hujan yang tak terlalu besar namun tak kunjung reda, kadang sampai dzuhur
bias juga sampe sore atau sampe malam. Sudah satu minggu terakhir selalu turun
hujan. Mungkin sudah masuk musim penghujan.
kumpulan cerita pendek terbaru
Aku
harus kembali lagi kerumah sakit, namun rasanya terasa sangat berat untuk pergi
apalagi hujan begini, enaknya ya tiduran diatas Kasur empuk berselimut kain
tebal ditambah kondisi tubuh yang kurang
bertenaga akan semakin menambah nikmat untuk istirahat, ya maklum saja akhir akhir ini aku di sibukan
dengan berbagai kegiatan perkuliahan yang tak kunjung ada habisnya, tugas tugas
yang harus segera diselsaikan, tuntutan dosen yang tak ada toleransi, “kalo
kamu gak mau ngulang semester depan ya kamu harus selsaikan tugas dari saya.
Jangan banyak nawar” itu kalimat yang membuat aku tak bias berbuat lain, selain
ya itu menuruti apa kata dosen, mengerjakan semua tugas yang diberikan. Yah
dimaklum saja aku bukan orang yang super rajin dalam perkuliahan, kebanyakan
tidurnya ketimbang memahami mata kuliah yang diberikan.
Aku
masih terdiam, hujan tak kunjung reda, tak membesar pula. sial.
Dirumah
tak ada orang lain, adik perumpuan ku sama bapak ada dirumah sakit untuk
menemani ibu yang terkapar lemah karena serangan jantung. Sudah hampir seminggu
ibu dirawat. Hal itu lah yang membuat aku harus kembali lagi kerumah sakit,
namun aku masih terdiam, memikirkan sesuatu? Akh tidak juga, semua yang ada
dalam fikiranku tak jelas arahnya kemana. Tiba tiba hape ku berbunyi memecah
lamunan yang tak jelas arahnya kemana, sms yang dari adik perempuanku.
kumpulan cerita pendek terbaru
“mau
jam berapa kerumah sakit lagi bang ?”
Ahhhhh………
ia menanyakan kapan aku kembali lagi kerumah sakit, sms tersebut tak langsung
aku balas, aku masih terdiam, melamun hal yang tak jelas. Diluar masih hujan,
sekarang hujan semakin membesar, udara dingin mulai terasa menelisik kesetiap
anggota tubuh. Kuraih selimut tebal yang ada disampingku, tak membutuhkan waktu
lama untuk membawa ku masuk kedalam jagad hayal tanpa
batas. Aku tertidur membawa lamunan yang tak jelas…
Sekitar
10.28 Wib aku terbangun, menguap dengan mulut tak tertutup. Sial aku ketiduran.
Diluar nampaknya hujan sudah mulai mereda, meningalkan rintik rintik hujan yang
tak terlalu besar. Aku terdiam sejenak, segera kuraih hape untuk membalas sms
dari adikku, namun belum sempat aku membalas, sms baru dari adikku sudah
tertera dilayar hape.
“abang
sekarang ibu sudah membaik, segeralah abang kerumah sakit” aku terdiam, senyum
kecil aku simpulkan, ucap sukur tak lupa aku ucapkan “Alhamdulillah ibu
membaik” lirihku dalam hati, rasa senang sekarang menggantikan berbagai lamunan
yang tak jelas, segera aku bersiap untuk pergi kerumah sakit. Kutancap gas motor
dengan kecepatan sedang. Tak peduli meskipun masih hujan, “aku harus segera
sampai dirumah sakit”
kumpulan cerita pendek terbaru
Setibanya
dirumah sakit, hujan semakin membesar membuat pakaian yang aku kenakan jadi
basah kuyup, aku mendumel, menggerutu dengan perasaan kesal. Aku langsung
menuju kamar dimana ibuku dirawat, menelusuri koridor rumah sakit yang cukup
rumit, butuh waktu 3 hari untuk mengingat rute koridor rumah sakit ini, betapa
tidak waktu pertama ibu masuk rumah sakit aku harus berkeliling berkali kali
untuk menemukan kamar yang ibu tempati, bertanya kepada suster rumah sakit?
Hahhh….. sesuatu yang malas untuk aku lakukan.
Sepanjang
koridor terlihat kerumunan orang orang, tak banyak mungkin sekitar 5 atau 7
orang, wajah mereka murung entah apa yang terjadi aku tak tau, aku coba
mendekat menanyakan pada perawat yang kebetulan ada diantara mereka,
“ada
apa ini ? “ tanyaku sambil melihat ke arah kerumunan.
“orang
yang tergeletak diatas Kasur itu meninggal akibat serangan jantung yang telat
mendapatkan penanganan dokter”. Jawab perawat yang tak memalingkan wajahnya ke
arahku.
Aku
terdiam, menelan ludah, tubuh serasa lemas, fikiran ku mulai kacau, aku
teringat ibu yang sama terkapar lemah akibat serangan jantung, mungkin jika ibu
telat mendapatkan perawatan dari dokter akan bernasib sama dengan orang yang
dikerumini orang orang itu. Aku masih terdiam menatap satu persatu wajah orang
yang ada dikerumunan, mungkin mereka keluarganya. Diantara mereka ada yang
menangis ada juga yang hanya terdiam, menatap kosong kearah jenazah yang masih
terbaring diatas Kasur. Anak perempuan mungkin berumur sekitar 4tahunan
bernyanyi nina bobo disamping jenazah mungkin itu jenazah bapaknya. Akh….. anak
itu sepertinya hanya menganggap bapaknya sedang tidur, untuk menambah lelap ia
nyanyikan lagu pengantar tidur lagu nina bobo. Anak polos. Tak sadar air mataku
ikut jatuh melihat pemandangan mengharukan. Seorang anak yang tak tau apa apa harus
sudah menjadi yatim, “kasihan kau” lirihku dalam hati.
Aku
masih terdiam enggan rasanya untuk meningggalkan pemandangan haru ini. Wajah
jenazah yang masih terkapar diatas Kasur seperti sedang tersenyum, itu terlihat
jelas dari raut wajahnya yang pucat. Dulu ibu pernah bilang jika seseorang
berperilaku baik kelak ketika ia meninggal akan baik pula keadaanya. Pasti ia
orang baik. Akupun berkeinginan seperti itu, ingin menigggal dalam keadaan baik
pula, namun aku berfikir kembali selama ini baik kah kelakuan ku, bermanfaatkan
hal hal yang aku perbuat. Sebulan yang lalu aku pernah berkelahi dengan pereman
gara gara membela anak SMP yang kena palak, tak tanggung tanggung dengan 3
orang preman, dengan harapan bias menjadi super hero malah muka jadi bonyok.
Melihat keadaan ku ibu dan bapak tak banyak nanya mereka hanya tersenyum. Hanya
adikku yang berani marah dengan wajah ketusnya “udah berantem ya? Ngapain sih
beerantem terus? Gak bosen apa? Sadar umur dong !”. adiku mendumel, ,menggerutu
dengan perasaan kesal melihat kakak satu satunya berperilaku seperti pereman.
Berantem terus.
Aku
kembali berjalan menelusuri koridor rumah sakit menuju kamar tempat ibu
dirawat, meninggalkan pemandangan haru yang semakin mendalam diantara wajah
orang orang yang ditinggalkan. Tangisan dari mereka semakin buncah menambah
sesak rongga dada.
Belum
sempat aku sampai diruangan tempat ibu dirawat, aku kembali melihat beberapa
orang suster berlarian membawa seorang pasien yang terkujur kaku seperti tak
sadarkan diri, darah berceceran diatas lantai mungkin korban tabrakan, seorang
perempuan dari belakang mengikuti dengan isak tangis yang menjadi, akh mungkin
pacarnya atau istrinya. Hal ini menjadi perhatian orang orang yang ada
disekitar, mereka menatap iba pada seorang perempuan yang mengikutinya dari
belakang. Aku sejenak terdiam meghirup nafas panjang sambil memejamkan mata.
Sejujurnya aku paling tidak suka menginjak rumah sakit, dirumah sakit tak ada pemandangan yang
menyenangkan selain wajah wajah muram, mungkin orang orang lupa caranya bahagia
jikalau seseorang yang disayangnya terkapar lemah di atas Kasur dengan
berhiaskan jarum implus, alat bantuan nafas,
sekedar untuk tersenyum pun seakan susah. Selama aku bulak balik ke
rumah sakit setiap harinya selalu ada entah itu yang meninggal, ataupun yang
baru kecelakaan dengan keadaan yang mengenaskan. menyebalkan. Tak ada hal yang
menarik dirumah sakit.
Sesampainya
di depan kamar tempat ibu dirawat, aku melihat sosok laki-laki yang tak asing,
aku coba menghampiri, mencari tahu laki laki tersebut, ternyata dia Arif teman
sekelasku dikampus. Dia orangnya pintar, rajin dalam perkuliahan, taat dalam
agama, pandai bergaul banyak juga perempuan yang suka sama dia, pokonya
berbanding terbalik dengan kepribadian ku. jika ada tugas dia selalu membantuku
untuk mengerjakannya termasuk tugas yang menjadi sarat agar aku tidak mengulang
di semester depan, namun akhir akhir ini ia jarang masuk kuliah, entahlah apa
penyebabnya aku tak tau.
“
arif ? …..” sapa ku dari belakang sambil memegang pundaknya. Ia hanya tersenyum
tipis, baru kali ini aku melihat raut wajahnya yang begitu murung.
“sedang
apa kau disini?...” tanyaku, namun ia hanya terdiam, sesekali ia tersenyum
lagi. Aku tau ada sesuatu yang mengaggu fikirannya.
“siapa
yang sakit?.....” tanyaku lagi, ia hanya terdiam berkali kali mengambil nafas
panjang, seperti akan berucap namun susah untuk diucapkan.
“ibuku
yang sakit ki.” Ia terdiam ,melukis senyum kecil diraut wajahnya sambil menarik
nafas untuk ,kesekian kalinya. Aku terdiam sejenak,
“Memangnya
ibu mu sakit apa rif ?” tanyaku untuk kesekian kalinya.
“beliau
mengidap penyakit Leukimia stadium 3.”
Aku
terdiam, aku tak pernah tau bahwa ibunya mengidap penyakit yang sudah separah
itu, dia tak pernah menceritakan apapun tentang masalah keluarganya, yang aku
tau ia selalu bilang baik baik saja. Tak ada masalah apapun. Kami terdiam sulit
rasanya untuk berucap, suasana seakan hening.
“kau
sendiri sedang apa dirunah sakit ki ?” tanyanya membuyarkan lamunanku.
“okhhh…
ini ibu ku sedang sakit juga kebetulan dirawat dirumah sakit ini…” jawabku
sekenanya,
Kami
ngobrol cukup lama, saling menguatkan satu sama lain. Ia sosok yang sangat
dewasa, menjadi seseorang yang kuat menghadapi berbagai persoalan yang ada.
Buktinya ia tetap tegar ditengah persoalan yang dihadapinya, berbeda jauh
dengan ku, aku terkadang lebih memilih menghindari ketimbang menghadapi
persoalan yang ada.
Setelah
ngobrol panjang , akhirnya aku pamit tak bias lebih lama lagi menemani. Aku
sadar ada seseorang yang mungkin dari tadi menuggu kedatangan ku yaitu ibu. Ibu
sudah membaik.
Saat
ku buka pintu kamar ruangan rawat ibu, seketika itu pula ibu melihat kearahku.
Aku terdiam menelan ludah. “akhh tubuh itu masih terkapar lemah” lirih dalam
hati. ibu tersenyum, begitu teduh, simpul senyum menghias wajah pucatnya. Aku
menghampirinya duduk disamping beliau kemudian kucium tangan beliau. Begitu
dingin. Beliau masih tersenyum manis menyambut kedatanagn ku. adiku tertidur
diatas kursi bersebelahan dengan ranjang tempat ibu terkapar lemah, mungkin
kecapean dari semalam menjaga ibu, wajahnya kusam namun tetap cantik dengan
jilbab hijaunya. Ibu masih tersenyum, senyum itu begitu teduh. Menenangkan. Aku
masih terdiam tertunduk, aku malu melihat wajah ibu.
“kenapa
kau tertunduk nak”
Aku
masih terdiam, perlahan ku angkat kepalaku, sebisa mungkin aku tersenyum,
berharap ibu bias lebih tenang. Aku tak tau harus bicara apa. Menanyakan
kondisinya ? akhh…. Aku tau ibu masih terkapar lemah. Senyum itu masih
tergambar jelas diraut wajahnya.
“bagaimana
kuliah mu ki ?” Tanya ibu lagi. Aku tediam, mengambil nafas panjang, sebisa
mungkin mengukir senyum kecil. “baik baik saja bu.” Jawabku datar.
Sejenak
ibu terdiam, mengambil nafas panjang, “bantu ibu duduk nak”. Dengan cekatan ku
atur posisinya agar lebih nyaman. Ibu kembali terdiam, mengambil nafas panjang
kemudiam tersenyum.
“berapa
umurmu sekarang nak ?” Tanya ibu yang masih dengan berhias senyum. Aku terdiam
mengingat ngingat berapa umurku sekarang. Belum sempat aku menjawab, ibu sudah
menjawab terlebih dahulu.
“22
tahun, hari ini adalah hari ulang tahun mu nak.” Ibu tersenyum. Senyumnya
begitu tulus, rasa bahagia tergambar jelas dari raut wajahnya. Aku terdiam,
seketika ingin rasanya meneteskan air mata, namun aku masih bias menahannya.
Aku bahagia, ibu mengingat hari ulang tahunku meskipun dalam keadaan seperti
itu yang aku sendiri pun lupa bahwa hari ini adalah hari ulang tahunku. Ibu
menggemgam erat tanganku, tanganya terasa dingin, wajah pucat itu masih tetap
teduh dengan hiasan senyuman yang begitu tulus, senyuman penuh kasih sayang
seorang ibu terhadap anaknya, sesekali
ibu mengusap wajahku, “kau sudah dewasa nak.” Kutatap wajah beliau, wajahnya
begitu berbinar, akhhh….. aku malu menatap ibu terlalu lama. Kutundukan
wajahku.
kumpulan cerita pendek terbaru
“kau
sudah besar nak, sudah dewasa. Waktu seakan terasa cepat berlalu. Rasanya baru
kemarin kau lahir, kau begitu mungil, sangat lemah. Ibu masih mengingatnya
ketika kamu belajar merangkak, belajar berjalan, ibu sangat senang ketika kau
mengucapkan kata ibu dan bapak, rasa bahagia tak terelakan. Ibu sangat bahagia
mendapatimu, kau tumbuh seperti anak anak yang lainnya. Tumbuh dengan normal
tak ada cacat sedikitpun darimu. Waktu kau kecil, kau sangat aktif banyak nanya
ini itu, sampai sampai ibu dan bapak jengkel nenangggapi setiap pertanyaan mu.”
Sejenak ibu terdiam, mengambil nafas panjang. Aku hanya terdiam semakin malu untuk
mengangkat kepalaku.
“kau
tahu kebahagian ibu semakin bertambah ketika adikmu lahir, seorang perempuan
yang ibu dan bapak idamkan. Waktu kecil kalian berdua sama aktifnya, seiring
waktu berjalan kau dan adikmu tumbuh menjadi seorang yang baik. Kalian berdua
adalah harta yang sangat berharga yang ibu dan bapak miliki. Ibu tak mengapa
jika harus kehilangan yang lain asalkan bukan kehilangan kau dan adikmu, ibu
tak dapat membayangkan jika misalnya kalian mendahului ibu atau bapak. Ibu
sadar selama mendidik tak jarang ibu dan bapak kersikap keras terhadap kalian, tak
ada maksud lain apalagi membeci kalian, ibu dan bapak hanya ingin mendidikmu
supaya menjadi orang baik, menjadi orang kuat, menjadi orang yang kelak akan
berguna, bukan menjadi orang yang manja.”
Aku
terdiam, tak dapat berucap satu katapun, air mata yang dari tadi aku tahan
perlahan menetes, aku malu. Benar benar malu. Tak banyak hal baik yang aku
perbuat sekedar untuk menyenangkan hati ibu, kebanyakan menyusahkannya
ketimbang membuat senang, aku sadar bukan orang baik tidak seperti yang
dikatakan ibu, selalu ada saja hal yang tak menyenangkan yang aku perbuat, baik
itu ucapan ketus, maupun perbuatan yang kurang sopan, akan tetapi ibu maupun
bapak tak selalu ,mempersoalkan kelakuanku selama ini selalu dengan cepat
memaafkan.
“tak
banyak yang ibu inginkan dari mu, ibu hanya ingin kelak kau menjadi orang yang
berguna, menjadi kakak yang dapat membimbing adiknya, menjadi orang yang taat
terhadap tuhannya. Kau tahu, tak selamanya ibu dan bapak dapat menemanimu,
mengajarimu hal lain, kau sudah dewasa sudah selayaknya kau belajar banyak hal
sendiri, kau sudah dapat membedakan hal baik dan buruk. Kelak kau akan menikah
memiliki anak, kau harus dapat membimbing istrimu sesuai dengan ajaran agama,
mendidik anakmu sendiri supaya nantinya menjadi anak yang baik. Ibu akan merasa
gagal jikalau nanti kau salah kaprah. Ingat lah apa yang kau perbuat hasilnya
akan kau dapatkan sendiri, baik ataupun buruk kau sendiri yang akan
merasakannya.”
Akhhhh………
aku baru tersadar, kata kata yang ibu ucapkan serasa tak asing, kata kata itu
pernah ibu ucapkan pula ketika aku menginjak usia 18 tahun tepatnya waktu SMA.
Sudah terasa cukup lama, sejak aku menginjak masa masa perkuliahan baru
sekarang lagi ibu memberiku nasehat. Mungkin Aku terlalu sibuk dengan urusanku
sendiri, sibuk dengan kuliah, sibuk dengan teman temanku, ditambah jarangnya
aku berada dirumah untuk sekedar ngobrol tentang kegiatan keseharianku dengan
ibu dan bapak.
Ingin
sekali aku berucap, mengatakan kata kata sayang terhadap ibu, berucap kata
maaf, namun rasanya sangat sulit untuk diucapkan. Mungkin tanpa diucapkan pun
ibu sudah mengetahuinya, dan tanpa diminta pun ibu pasti sudah memaafkan segala
hal yang perhan aku perbuat.
Ibu
bagaikan malaikat yang teramat baik, siap menjaga walau bagaimanapun keadannya,
selalu memaafkan, membantu membuat mimpi mimpi indah, meraih setiap asa yang
hampir jatuh, memupuk dan menyirami setiap harapan-harapan akan masa depan,
malaikat yang membawa terbang berjuta keindahan mimpi-mimpi. ibu bagai bidadari
yang sangat sempurna setiap simpul ketulusan terikat sempuna dari wajahnya,
tutur lembut setiap ucapnya bagai udara pagi penuh semangat baru, bidadari yang
memberi dongeng penuh harapan keindahan dimasa depan. Dekap hangat peluknya
memberikan kenyamanan, ketenangan yang sempurna. Malaikat ataukah bidadari
entahlah, ibu lebih sempurna dari keduanya.
kumpulan cerita pendek terbaru
kumpulan cerita pendek terbaru