kumpulan cerita pendek terbaru
Musim hujan telah berlalu. Air yang menggenang telah kering
masuk ke pori-pori bumi, tapi bagi Arum langit masih saja mendung. Gelap,
setiap hari dia harus bangun pagi-pagi sekali untuk membersihkan setiap sudut
rumah dan menyiapkan sarapan, belum lagi cucian
dan setrikaan yang menumpuk. Arum benci matahari yang begitu cepat
datangnya, dia benci sinar indah yang merekah menyambut pagi, karena baginya
sinar itu seperti sedang menertawakan penderitaannya. “ Ah, pagi lagi” gumamnya.
“Aruuum” Baru saja dia merebahkan tubuh untuk sedikit
meluruskan punggung yang serasa mau patah, Bibinya memanggil dengan volume
suara hingga 8 oktaf mengakibatkan gelombang frekwensi yang begitu dahsyat,
mustahil bagi Arum untuk pura-pura tak mendengar. “Iya biiii…” jawab Arum dari
dalam kamar keluar dengan tergopoh-gopoh. “Kamu pergi kepasar, dan ini catatan
yang harus dibeli.” seraya menyerahkan dengan kasar satu catatan kecil. Ya begitulah,
semenjak kematian Ibunya 11 tahun yang lalu Arum tinggal bersama Ayahnya dan
entah karena alasan apa Ayahnya menitipkan Arum kepada Bibinya, dan tak pernah
kembali hingga sekarang. Awalnya Bibi galak itu baik terhadap Arum, namun
setelah kelahiran anaknya Bibi fatma begitu panggilannya, dia berubah menjadi
galak dan semakin parah.
Waktu terus berputar tanpa memberi sedikit kesempatan bagi
arum untuk menikmati segarnya udara pagi, hangat nya mentari pagi. Baginya mau
siang atau pun malam sama saja. Masih di musim yang sama, entah kekuatan dari
mana Arum mencoba melepaskan dirinya dari belenggu yang selama ini serta merta
memasung jiwanya. Bibi Fatma mengamuk tak terkendali saat mengetahui Arum
minggat saat pergi ke pasar. “Kemana si Arum? Jam segini belum juga pulang,
bangsat!!! anak tak tahu di untung. Sudah bagus saya mau nampung dia di rumah
kita.”Maki Fatimah di depan suami dan
anaknya. Kemarahannya pun makin memuncak saat tahu bahwa Arum benar benar tak
kembali dari pasar.
kumpulan cerita pendek terbaru
Dari sisi lain, mobil Naomi melaju cepat tanpa control. Malam itu sudah tak tampak lagi
keramaian Ibu Kota, sunyi namun lampu-lampu jalanan masih tetap saja menyala dan……
“Braakkk….” mobil menabrak sesuatu tanpa bisa dihindari.
“Ras, apa yang kita tabrak?” Untuk mengobati penasarannya
Naomi dan laras segera keluar dari mobil dengan raut wajah yang tegang. Dan
betapa terkejutnya ternyata seorang wanita telah bersimbah darah. Tak mau membuang waktu, Naomi dan laras segera
meluncur kearah rumah sakit.
“Brengsek!! ini perempuan ngapain lagi tengah malam gini
masih kelayapan aja?!!” sambil menyetir pun Naomi memaki perempuan yang sudah
dia tabrak.
“Nom, loe nyetir aja yang bener!! Marah nya entar aja.”
Laras coba mengingatkan Naomi yang tengah di rundung panik.
Naomi dan laras menunggu di depan ruang IGD dengan kepanikan
yang luar biasa, mengingat darah yang keluar mengalir dari kepala perempuan
tadi. “Jika dia mati, maka aku adalah pembunuh” gumam Naomi berusaha
berkomunikasi dengan dirinya sendiri. Lama Naomi dan Laras diselimuti
kepanikan, akhirnya Dokter dari dalam ruangan keluar juga. “Gimana keadaan
temen saya Dok?” Dengan wajah santai dokter itu menjawab “Sudah lebih baik”.
“Huuuft…” Naomi
bernafas lega.
Arum tersenyum menatap ke dua sahabat yang telah menjadikan
langitnya terang. Peristiwa tabrakan malam itu yang membuat Arum hampir
kehilangan nyawa, baginya adalah suatu jalan cahaya untuk hidup yang lama
terkurung dikegelapan. Ya, sejak kejadian malam itu Arum meminta kepada Naomi
dan Laras untuk tidak memulangkannya ke rumah Bibi. Setelah bercerita panjang
lebar tentang hidupnya, Arum pun diperbolehkan tinggal bersama mereka. Kenapa
Naomi dan Laras mau? Karena nasib mereka pun hampir sama. Sedang mereka saling
bersenda gurau tiba-tiba suasana hening sejenak, “Ting…tong…” bel berbunyi, Laras
beranjak dari duduk dan membuka pintu. “Rando,” Laki-laki dengan setelan
sedikit acak-acakan namun tak mengurangi kharismanya sebagai laki-laki jantan.”Hai…”
sapa laki-laki itu kepada Naomi dan juga padaku meskipun dengan wajah yang sedikit bingung. “Dia Arum, teman baru kami” Laras
segera mengatasi kebingungan Rando. “Oh, cantik.” balasnya lirih.
kumpulan cerita pendek terbaru
Setelah kedatangan Rando di rumah itu, Naomi, Arum dan Laras
telihat sibuk di depan meja rias, sesekali tedengar gelagak tawa mereka lepas.
Arum merasa benar-benar telah lepas dari belenggu kehidupan.
Mobil Honda Jazz warna pink melaju cepat melewati jalan panjang yang masih
ramai hiruk pikuk Jakarta, hingga sampai pada suatu tempat yang sangat asing
bagi Arum namun tidak bagi Naomi dan Laras.
Dentuman musik yang keras , lampu
kerlap kerlip memusingkan kepala, suasana tempat itu seakan menghipnotis setiap
pengunjung lupa akan adanya mati. Laras menarik tangan Arum menuju laki-laki kharismatik yang tadi siang
datang ke rumah. Entah kenapa perasaan bimbang tiba-tiba menyelimuti Arum, dalam
bimbangnya mata Arum tertuju pada pemandangan disudut ruangan sebelah kirinya.
Sepasang mata laki-laki dengan wajah sederhana tengah memperhatikan dirinya,
tapi ini pandangan yang berbeda tidak seperti pandangan laki-laki lainnya dalam
ruangan itu. Rando memberi sebuah kunci pada laras, pada Naomi dan kepada
arum.
“Ya Allah, ternyata aku bukan keluar dari kegelapan, tapi aku justru
semakin masuk ke dalam kegelapan” rintih Arum dalam hatinya. Tapi dia tak
mungkin menolak, karena itu sudah terlanjur terjadi. Tanpa memperdulikan sikap
bimbang Arum, Laras kembali menarik tangannya menuju ruangan yang berbeda.
“Selamat berjuang” Naomi menggoda genit kearah nya. Laras sudah masuk dan Naomi
pun sudah lebih awal. Belum lagi sempat Arum melangkah… “Hei!!!” laiki-laki
itu? “Loe gak perlu ngelakuin itu kalau loe gak bisa” ujarnya seakan tau apa
yang sedang dia fikirkan. “Maaf, ini bukan urusan kamu” bantah Arum meski
rasanya ingin sekali dia mengatakan iya pada laki-laki itu. Pintu Laras terbuka
dan seorang laki-laki agak gemuk dengan setelan mirip bos-bos pengusaha keluar
dari kamar Laras. “Hmmm…Laras sudah selesai” bisik arum. Segera dia menuju
kamar yang telah ditunjukkan kepadanya, bagaimana dengan laki-laki baik itu?ah,
masa bodoh.
Arum keluar dari kamar yang menjijikkan itu dengan perasaan
hancur. Menjijikkan??? “Lalu aku apa,?
aku tak kalah menjijikkan.” rintih Arum
bersama langkahnya menelusuri lorong ruangan, menuju tempat dimana Naomi
dan Laras telah menunggu. Mata Arum menjelajahi ruangan yang bising itu, mencari
sesosok yang telah menarik hatinya. Tapi dimana dia? Arum tak menemukan sosok
itu.
Suhu malam itu semakin
dingin menusuk setiap persendian, kembali Naomi memacu mobil melewati jalan
arah ke kostan. Jalan kini sudah
terlihat lengang, sepi hanya beberapa saja kendaraan pribadi yang masih
melintas. Beberapa kilo jalan sudah terlewati tapi tak sedikitpun suara
terdengar di dalam mobil. Mata Naomi melirik ke kursi belakang dari kaca depan
terlihat Arum sedang diam tertunduk lemas, seakan tau apa yang sedang
dipikirkan sahabatnya. “Rum, ini bukan jalan hidup yang aku dan Laras inginkan”
Naomi coba mencairkan suasana, “Hidupku jauh lebih tragis dari apa yang kamu
alami.” ujar Naomi menahan perih, dia takkan pernah lupa saat Ayah tirinya
memperkosa dirinya, hingga ibunya depresi dan bunuh diri.
“Nasibku pun gak jauh
berbeda, Rum” Laras menimpali, “Saat itu aku hamil karena laki-laki yang sudah
amat aku percaya, dan dia malah menghilang entah kemana,” sambung Laras dengan
mata yang melotot tajam, membahasakan bahwa dia sangat benci pada laki-laki
itu. Laras hancur ketika harus menanggung aib dan diusir oleh orang tua. “Lalu,
bagaimana dengan kehamilan mu?” tanya Arum penasaran. “Aku depresi dan gugur di
usia 4 bulan.” Arum mengangguk paham.
Laki-laki sederhana itu, “Siapa dia?” Arum belum bisa
menghilangkan sosok itu dari otaknya meski tak ingin memikirkannya, ah….seorang
laki-laki sederhana malam itu telah menjajah pikiran Arum. Mana mungkin hanya
dengan waktu yang begitu singkat Arum telah jatuh cinta!! Tapi mungkin juga ini
cinta.
Arum menutup tirai jendela, berharap
esok pagi mentari akan datang memberi sinar untuk lorong jiwanya yang gelap.
kumpulan cerita pendek terbaru
kumpulan cerita pendek terbaru