kumpulan cerpen : cerita pendek terbaru, kumpulan puisi, novel, serta hal-hal menarik yang terjadi disekitar kita.....

Cerita pendek : Tentang Waktu


Tidak ada yang aneh di pagi itu, gerombolan orang mulai memasuki area kampus. Aan yang berangkat sendirian naik sepeda motor mulai memasuki area parkir yang terletak di pojok kanan kampus. Belum terlalu penuh tapi juga tidak terlalu sepi. Pohon-pohon yang tumbuh di setiap sudut kampus menjadikan hawa segar begitu terasa. Di ufuk timur nampak matahari yang mulai melirik memberi senyuman indahnya. “hai An” sapa seorang gadis berambut panjang. “hai ta” Aan balik menyapa. Ia melanjutkan langkahnya menuju gedung temapat ia kuliah nanti, sekitar 100 meter dari tempat ia memarkirkan motor.

Aan memasuki sebuah ruangan di lantai 2. Beberapa temannya sudah duduk di dalamnya. Ia mengambil tempat duduk di barisan sebelah kanan. Tak lama berselang, masuk seorang gadis dan duduk di sebelah Aan. “kamu sudah selesai tugas kimia Anorganiknya An” tanya gadis itu. Dengan nada santai ia pun menjawab “Udah, tapi belum diprint, ngga ada flashdisk, nanti aku pinjam ya?” “iya, nanti aku sekalian nitip” (sambil mengulas senyum). 

Tanpa disadari Aan begitu senang melihat senyuman yang merekah di wajahnya, menambah manis rupanya. Namanya Diana. Hatinya takjub pada ciptaan Tuhan yang satu ini. Entah sejak kapan ia menaruh hati padanya, namun tak ada yang tahu akan hal itu. Ia takut perasannya  hanya sebuah kekaguman pada seorang teman, tapi ia benar-benar mengaguminya.

 Oh tuhan, terimaksih kusampaikan
Engkau ciptakan bidadari nan cantik jelita
Menghiasi dunia yang indah ini
Senyumannya yang selalu memberikan kedamaian hati
Suaranya yang slalu mengalihkan pendengaranku

Batapa bahagianya kini aku ada di sampingnya
Bisakah hati ini bereaksi?
yang kuinginkan adalah reaksi tanpa penambahan katalis
reaksi tanpa energi aktivasi yang tinggi
reaksi yang akan menghasilkan warna yang indah
seindah intan yang tersusun oleh ikatan yang kuat antar karbon-karbon

Dalam hitungan detik tersusun lantunan kata-kata indah, tiba-tiba sepasang sayap muncul dari punggungya. Tubuhnya terangkat 1 cm, 2 cm, 1 m, 2 m, dan terus terangkat. Duuuuggg..... ia merasa ada yang menghantam kepalanya, ia tak sadar bahwa ia tengah mengambil balpoinnya yang jatuh dan kepalanya menyundul kursi. Diana hanya tersenyum melihat Aan yang tengah meringik kesakitan sambil mengelus-elus kepalanya, tersipu malu. Ia marah pada dirinya sendiri, pada hatinya, pada pikirannya yang tengah berputar-putar tak tau arah. 

“apa aku benar-benar menyukainya?

“iya, aku jatuh hati padanya.”

“apakah aku harus mengatakan padanya?”

               “mungkin iya, sebelum ada yang mendahuluiku.”

“tapi aku tak yakin kalau ia juga suka padaku.”

               “aaaahhhh..itu urusan nanti, yang penting aku sudah berusaha.”

“tapi aku takuuuut.”

               “apa si yang aku takutkan?”

“aku takut kalau nanti ia akan marah padaku.”

“hmmm.. kenapa harus marah? Emangnya salah ya kalau mengungkapkan perasaan?”

“tapi kadang ada yang seperti itu.”

               “apakah dia sama dengan yang lain?”

“tau ah gelaaap.”

               “tapi kalo aku keduluan yang lain gimana?” 

Aan semakin pusing dengan kata hatinya yang sibuk bercakap-cakap sendiri. Ia membayangkan apa yang akan terjadi nanti jika ia bertindak, dan apa yang terjadi pula jika ia terpaku dalam diam. Dadanya terangkat kemudian turun kembali sambil menghela nafas, setidaknya membuat hatinya lebih tenang.

“serius amat An?” tanya Diana pada Aan yang kemudian langsung mengalihkan pandangan kepadanya.

“Ah.. enggak kok, ingin fokus aja” jawabnya gugup menutupi perasannya.

“ciyaaahhh... tumben” Diana mencoba meledek.

Aan mencoba lebih rileks.“lho kan biar nanti dosen datang aku udah siap menerima transfer ilmu darinya,, hehehe” 

Diana ikut tertawa mendengar jawaban Aan “iya deh ,, iya.”

Aan tak menjawabnya lagi. Ia kembali sibuk dengan perasaannya yang tengah melanjutkan percakapan pribadinya. Ia tengah berada di persimpangan hati dan pikiran, harus ke kanan ataukah ke kiri, tak ada yang menjadi pemandu. Perlahan ia mencoba mengabaikan pikirannya itu untuk bisa fokus ketika sang dosen datang ke kelas.

Beberapa hari kemudian Aan mendengar kehebohan teman-temannya di kelas. Mereka sedang asik meledek Diana yang baru saja mempunyai pasangan. Aan tetap tersenyum dan turut meledek Diana, namun di balik senyumnya itu hatinya menangis. Kepulan asap hitam menyerang dirinya. Gelombang laut menghantam hatinya. Keringat dingin bercucuran di tubuhnya. Ia kembali teringat dengan percakapan hatinya. Harapannya seakan sirna tertutup awan hitam. Ia merasa dialah satu-satunya orang yang tidak beruntung. Kakinya lemas tak mau terangkat. Ia langsung menuju salah satu kursi di barisan belakang dan membuka tas untuk mengambil buku, mencoba mengalihkan hati dan pikirannya...

Kegiatan Aan di kampus hari itu telah selesai. Ia hendak pulang ke kosnya, menuruni tangga menuju lantai 1. Ia baru saja kuliah di lantai 3. Ia berjalan pelan, di belakangnya ada Ririn teman sekelasnya. Langkah mereka pun didiringi dengan obrolan ringan, namun tiba-tiba Ririn menunjukkan wajah serius. “An, gimana perasaanmu? Tanyanya lirih. “Perasaanku? Maksudnya?” Aan belum paham juga. “ya, perasaanmu. Sebenarnya kamu suka sama Diana ngga?” “kok kamu tanyanya seperti itu?” Aan tak langsung menjawab pertanyaan Ririn. “gini An, sebenarnya dari dulu Diana suka sama kamu. Dia berpikir kalau kamu juga suka padanya. Tapi tak kunjung ada trespon dari kamu. Lantas dia berpikir kamu memang tak ada perasaan padanya.”

Aan tertegun sejenak dan bertanya dengan gugup “jadi, dia suka padaku?” “iya, dulu sebelum ia memutuskan untuk membuka hatinya pada yang lain, kamu benar menyukainya An?” Seketika hati Aan membeku, ia menyesal pada dirinya sendiri. Ia merasa menjadi sebuah liliput dalam dunia raksasa yang tak bisa berbuat apa-apa. 

“An.. Aan...” suara Ririn mengagetkan Aan. “iya rin, aku menyukainya,, eh. Maksudku menyukai sebagai teman, ngga lebih.” Jawab Aan agak gagap. “jangan bohong kamu An” desak Ririn. “beneran Ririn, Diana kan emang teman yang asik, jadi aku suka aja berteman sama dia” Aan berdalih. Ririn masih tak percaya. Aan bisa menangkap rasa penasaran dari wajah Ririn, namun ia tak menghiraukannya. ”ya udah kalo begitu” Ririn menyudahi rasa penasarannya. “Aku duluan ya, udah ditunggu teman” Aan berusaha menghindar dari Ririn untuk menutupi perasaan yang tergambar di wajahnya. Ia tahu bahwa Ririn dapat melihat rasa kegundahan Aan. Aan hanya bisa menerima nasibnya yang belum bisa menggapai harapannya. ia akan tetap tersenyum bahagia melihat Diana yang selalu menghadirkan senyum manis di setiap harinya. J

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Tags :

Related : Cerita pendek : Tentang Waktu

0 komentar: